Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi

Perayaan Malam Tahun Baru Masehi: Ritual untuk Dewa Janus
Hukum Menyambut, Memperingati, atau Merayakan Tahun Baru Masehi menurut Islam.

PARA ulama berbeda pendapat tentang hukum merayakan Tahun Baru Masehi, yakni malam 1 Januari.

Dari berbagai literatur kita bisa jumpai dua pendapat utama: mengharamkan dan membolehkan.

Pendapat yang mengharamkan menggunakan dalil tidak bolehnya menyerupai kaum kafir (nonmuslim) karena perayaan malam tahun baru masehi adalah perayaannya kaum Kristen.

Bagi umat Kristen, perayaan tahun baru merupakan "satu paket" dengan malam tahun baru. Itulah sebabnya, ucapan mereka adalah "Selamat Natal & Tahun Baru" (Merry Christmas & Happy New Year).

Rasulullah Saw bersada dalam hadits yang sangat masyhur: “Siapa yang menyerupai pekerjaan suatu kaum (agama tertentu), maka dia termasuk bagian dari mereka.”
Pendapat di atas adalah pendapat paling kuat di kalangan ulama Islam. Tidak heran jika Pemerintah Kota Banda Aceh melarang perayaan tahun baru Masehi, bahkan jika berupa dzikir sekalipun.

Seperti diberitakan merdeka.com, Pemkot Banda Aceh melarang warga Muslim merayakan tahun baru 1 Januari 2015 Masehi, meskipun perayaan itu dibungkus dengan nuansa Islam seperti dzikir, tausiyah, maupun pengajian.

"Merayakan tahun baru Masehi itu bukan budaya Islam, itu budaya dan ritual non-muslim, makanya telah diambil kebijakan melarang melakukan perayaan dalam bentuk apapun, termasuk zikir, tausiah maupun mengaji,” kata Zahrul Fajri, Kamis (27/11).

Jikapun kaum Muslim mengadakan pengajian/dzikir yang "kebetulan" pada malam tahun baru Masehi, maka tidak boleh dikaitkan atau dihubungkan dengan tahun baru masehi.

Dewan Fatwa Ulama Arab Saudi, Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta (Komite Permanen untuk Penelitian Islam dan Fatwa) yang diketuai Syaikh 'Abdul-'Aziz bin 'Abdullaah bin Muhammad aalus-Syaikh, termasuk terdepan dalam mengharamkan perayaan tahun baru masehi.

Berikut ini petikan fatwanya:

"Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani menyertakan atas millennium ini berbagai kejelekan, penderitaan, harapan-harapan, dengan begitu yakin akan terealisasinya hal itu atau paling tidak kearahnya, karena menurut anggapan mereka hal ini telah melalui riset dan penelitian. 

Demikian pula, mereka mengkaitkan sebagian permasalahan doktrin mereka dengan momentum ini dengan anggapan bahwa hal itu berasal dari ajaran kitab-kitab mereka yang sudah dirubah. 

Maka, wajib bagi seorang Muslim untuk tidak tertarik kepada hal itu dan tergoda olehnya bahkan seharusnya muslimin merasa cukup dengan Kitab - Rabbnya Ta'ala - dan Sunnah NabiNya (Shallallahu 'alaihi wasallam) dan tidak memerlukan lagi selain keduanya. Sedangkan teori-teori dan spekulasi-spekulasi dan pernyataan atau opini yang bertentangan dengan keduanya tidak lebih hanya kepalsuan belaka."

Momentum ini (yakni perayaan tahun baru Masehi) dan semisalnya, tidak lepas dari pen-campur-adukan antara al-haq dan al-bathil, propaganda kepada kekufuran, kesesatan, tidak bermoral dan kemurtadan yang merupakan manifestasi dari kesesatan menurut syari'at Islam. 

Banyak sekali dalil-dalil dari al Kitab dan as-Sunnah, serta atsar-atsar yang shahih (dari Sahabat dan lainnya), yang melarang untuk menyerupai orang-orang kafir, di dalam hal yang menjadi ciri dan kekhususan mereka. 

Diantara hal itu adalah menyerupai mereka dalam festival hari-hari besar dan pesta-pesta mereka. Hari besar maknanya (secara terminologis) adalah sebutan bagi sesuatu, termasuk didalamnya setiap hari yang datang kembali dan berulang, yang dirayakan oleh orang-orang kafir. Atau sebutan bagi tempat orang-orang kafir dalam menyelenggarakan perkumpulan keagamaan."

Dalam hadits shahih riwayat Anas bin Malik, saat Rasulullah (Shallallahu 'alaihi wa sallam) datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar atau 'Ied untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, "Dua hari untuk apa ini ?". Mereka menjawab, "Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa Jahiliyyah". Lantas beliau bersabda (yang artinya) : “Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya : Iedul Adha dan Iedul Fithri" (HR Al-Baihaqi dalam as-Sunanul Kubra).

Pendapat yang Menghalalkan Perayaan Tahun Baru Masehi
Namun, ada juga ulama yang membolehkan umat Islam turut merayakan tahun baru masehi, dengan syarat:
  1. Tidak menyerupai kaum Kristen dalam perayaannya 
  2. Tidak diniatkan mengikuti ritual orang Kristen.
Penelusuran Risalah Islam, ulama yang membolehkan perayaan tahun baru masehi ini tidak melembaga. Artinya, hanya pendapat pribadi. Ini berbeda dengan ulama yang mengharamkan yang tergabung dalam lembaga resmi seperti Lajnah Daimah Arab Saudi itu.

Lagi pula, secara logika, untuk apa umat Islam merayakan tahun baru masehi itu? Sejarah apa yang kita peringati dan kita gali hikmahnya? Tidak ada. Hanya orang Kristen yang melakukannya karena memang tahun baru masehi itu tahunnya mereka. Umat Islam hanya perlu menghormati keyakinan mereka, tidak mengganggunya.

Tahun baru Islam sudah jelas: 1 Muharram (Tahun Hijriyah). Hari Raya Umat Islam juga sudah jelas: Idul Fitri dan Idul Adha.

Demikian ulasan ringkas tentang Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi. Semoga bermanfaat. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Perayaan Malam Tahun Baru Masehi: Ritual untuk Dewa Janus

Perayaan Malam Tahun Baru Masehi: Ritual untuk Dewa Janus
Perayaan Malam Tahun Baru Masehi adalah Ritual Kaum Non-Muslim untuk Dewa Janus.

TIAP pergantian tahun Masehi, selalu ada acara perayaan tahun baru di kalangan masyarakat.

Namun, tidak banyak yang tahu, perayaan Tahun Baru Masehi tiap tanggal 1 Januari itu adalah ritual bangsa Romawi kuno untuk menyembah Dewa Janus atau January (nama dewa yang dijadikan nama bulan pertama kalender Masehi --Januari).

Umat Islam jelas wajib menghindari perayaan tahun baru Masehi jika tidak ingin dinilai ikut-ikutan menyembah Dewa Janus seperti bangsa Romawi itu.

Menurut catatan sejarah, orang-orang Romawi mendedikasikan hari perayaan Tahun Baru kepada Janus, dewa segala pintu gerbang.

Tradisi meniup terompet yang menjadi ciri khas malam tahun baru pada mulanya merupakan cara orang-orang kuno untuk mengusir setan.

Menurut English Wikipedia, The Romans dedicated New Year’s Day to Janus, the god of gates, doors, and beginnings for whom the first month of the year (January) is also named. After Julius Caesar reformed the calendar in 46 BC and was subsequently murdered, the Roman Senate voted to deify him on the 1st January 42 BC [1] in honor of his life and his institution of the new rationalized calendar [2]. The month originally owes its name to the deity Janus, who had two faces, one looking forward and the other looking backward. This suggests that New Year’s celebrations are founded on pagan traditions.”

[1] Warrior, Valerie M. (2006). Roman Religion. Cambridge University Press. p. 110. ISBN 0-521-82511-3
[2] Courtney, G. Et tu Judas, then fall Jesus (iUniverse, Inc 1992), p. 50.

“Orang-orang Romawi mendedikasikan hari perayaan Tahun Baru kepada Janus, dia adalah dewa segala pintu gerbang, pintu-pintu dan permulaan waktu yang mana namanya juga adalah nama dari bulan pertama dalam setahun, Januari. Setelah Julius Caesar menyusun sistem kalendar (Masehi) pada 46 BC dan ia dibunuh setelah itu, anggota Senat Romawi memutuskan untuk meresmikannya pada 1 Januari 42 BC untuk mengenang hidup Julius Caesar dan menghormati penyusunannya terhadap sistem kalender baru yang rasional. Bulan pertama didedikasikan pada nama dewa Janus yang mempunyai 2 wajah, 1 menghadap ke depan (mengindikasikan masa depan, pent) dan 1 menghadap ke belakang (mengindikasikan masa lalu, pent). Ini mengindikasikan perayaan Tahun Baru didirikan atas dasar kepercayaan pagan.”

Umat Islam jelas wajib menghindari perayaan tahun baru Masehi jika tidak ingin dinilai ikut-ikutan menyembah Dewa Janus seperti bangsa Romawi itu. 

Baca juga: Tasyabuh dan Ritual Malam Tahun Baru

Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang meniru suatu kaum maka dia termasuk dari mereka.” (HR. Abu Daud yang dishahihkan oleh Ibnu Hibban).

Apakah Anda turut merayakan  malam tahun baru Masehi? Anda yang Muslim, semoga tidak. Amin...! Wallahu a'lam bish-shawabi. (http://www.risalahislam.com).*

MUI Fatwa Haram Umat Islam Pakai Atribut Natal

MUI Fatwa Haram Umat Islam Pakai Atribut Natal
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram mengenai penggunaan atribut non-Muslim seperti artibut Natal.

Dalam fatwa nomor 56 tahun 2016, MUI menegaskan, penggunaan atribut termasuk perintah/instruksi dan ajakan untuk menggunakan atribut keagamaan non-Muslim dikategorikan haram.

Fatwa MUI soal atribut non-Muslim ini dikeluarkan Rabu, 14 Desember 2016. Fatwa terbaru MUI ini ditandatangani Ketua Komisi Fatwa Hasanuddin AF dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat Asrorun Ni'am Sholeh.

Fatwa baru MUI Pusat tersebut dikeluarkan atas berkembangnya fenomena banyaknya umat Muslim yang diminta menggunakan atribut dan simbol keagamaan non-Muslim pada saat hari besar agama non-Islam.

"Simbol keagamaan non-Muslim berdampak pada siar keagamaan mereka," demikian alasan yang tertuang dalam fatwa tersebut sebagaimana dirilis situs resmi MUI.

Dalam fatwa tersebut, MUI Pusat juga meminta umat Islam tidak mencampuradukkan antara akidah dan ibadah Islam dengan keyakinan agama lain. Umat Islam diminta untuk menghargai kebebasan non-Muslim dalam menjalankan ibadah.

"MUI Pusat juga meminta umat Islam tidak memproduksi dan memperjualbelikan atribut keagamaan non-Muslim," bunyi salah satu rekomendasi dalam fatwa tersebut.

Di akhir rekomendasi, MUI Pusat meminta pemerintah mencegah dan menindak perusahaan yang mengajak hingga memaksa karyawan Muslim menggunakan atribut non-Muslim.

Menggunakan atribut Natal masuk dalam kategori merayakan Natal bersama yang sebelumnya juga sudah difatwakan MUI:  Mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram.

Merayakan natal bersama dan menggunakan atribut Natal bertentangan dengan QS Al-Kafirun:1-6 dan QS Al-Baqarah:42.

QS Al-Kafirun:1-6


Meski demikian, ajaran Islam menegaskan, kaum Muslim harus menghargai agama dan umat non-Muslim, sebagaimana kaum Muslim tidak dilarang berbuat baik dan berlaku adil kepada kaum kafir yang tidak memerangi/memusuhi Islam dan kaum Muslim.


“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari  negerimu. Sesungguhnya  Allah
menyukai orang-orang yang berlaku  adil.”
(QS Mumtahanah:8).

Dengan demikian, umat Islam diharamkan menggunakan atribut natal dan natal bersama bukan berarti intoleran, melainkan demikianlah sikap dasar kaum Muslim kepada non-Muslim, bahwa  umat Islam tidak menyembah Tuhan yang disembah umat lain, sebagaimana umat lain tidak menyembah Tuhan yang disembah kaum Muslim --Allah SWT. (QS Al-Kafirun:1-6).

Dalam urusan akidah, umat Islam harus tegas, tanpa merusak hubungan sosial atau hubungan persaudaraan sesama manusia (hablum minannas).

Soal hukum mengucapkan selamat Natal, terjadi kontroversi atau perbedaan pendapat, namun mayoritas ulama juga melarangnya, karena mengucapkan selamat natal berarti membenarkan keyakinan umat Kristen yang bertentangan dengan akidah kaum Muslim.

Baca: Hukum Merayakan & Mengucapkan Selamat Natal bagi Umat Islam

Sekali lagi, umat Islam MENGHORMATI keyakinan dan ibadah umat non-Muslim, namun bukan untuk ikut serta beribadah dan merayakan hari besar mereka. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Download Kalender 2017 Berlatar Foto Aksi Bela Islam Super Damai 212

Download Kalender 2017 Masehi & Hijriyah Berlatar Foto Fenomenal Aksi Bela Islam 212

AKSI Bela Islam Jilid III bertajuk Aksi 212 atau Aksi Super Damai, Jumat 2 Desember 2016, merupakan sejarah baru umat Islam Indonesia bahkan dunia.

Download Kalender 2017 Berlatar Foto Fenomenal Aksi 212


Aksi yang benar-benar damai itu menggetarkan hati kaum Muslimin yang terlibat maupun yang hanya melihat. Shalat Jumat terbesar terjadi di Monas & Bundaran HI Jakarta.

Mungkin juga aksi sedekah serentak terbesar terjadi dalam Aksi 212 dengan banyaknya umat Islam yang mendukung dana, makanan, minuman, sajadah, dan sumbangan tenaga serta pikiran.

Mengabadikan Aksi 212 yang fenomenal itu, saudara seiman kita mendesain Kalender 2017 M/1438 H dan membagikannya di Facebook.

Berikut ini link download file Pdf Kalender 2017 Berlatar Foto Fenomenal Aksi 212 seperti gambar di atas:


Kalender 2017 Berlatar Aksi 212 Lainnya:

Download Kalender 2017 Berlatar Foto Aksi Bela Islam Super Damai 212


DOWNLOAD

Silakan share (bagikan) link Download Kalender 2017 Berlatar Foto Aksi Bela Islam Super Damai 212 ini. Semoga dicatat Allah SWT sebagai amal kebaikan. Amin...! (www.risalahislam.com).*

Perbedaan Itu Rahmat Hadits Dhoif Bahkan Bukan Hadits

Perbedaan Itu Rahmat Hadits Dhoif Bahkan Bukan Hadits
Perbedaan Itu Rahmat. Demikian kita sering mendengar atau membaca. Ungkapan perbedaan itu rahmat sering dikemukakan ustadz atau penceramah, diikuti oleh jamaahnya.

Seakan-akan, ungkapan "perbedaan itu rahmat" adalah hadits atau ucapan Rasulullah Muhammad Saw. Lengkapnya: Ikhtilafu Ummati Rahmatun - “Perbedaan pendapat pada umatku adalah rahmat’.

Padahal, ungkapan itu tidak ditemukan di kitab hadits mana pun. Silakan jika di antara pembaca bisa menunjukkan bahwa itu hadits.

Jelas, perbedaan adalah rahmat adalah Hadits Dhoif, bahkan Bukan Hadits. Faktanya pun, perbedaan bukan menjadi pemersatu, tapi sumber pecah-belah dan masalah.

Tidak mungkin Rasulullah Saw mengeluarkan hadits atau ucapan yang bertentangan dengan fakta sosial. Maka, sekali lagi, ungkapan perbedaan adalah rahmat bukan hadits. Hadits tersebut tidak sah, bahkan batil dan tidak ada sumbernya.

Sebagaimana dibahas almanhaj, Imam Subki berkata: “Saya tidak melihat Hadits tersebut mempunyai sanad yang sah, atau dha’if, atau palsu.”

Aku (Al-Albani) menyatakan: “Hadits yang ada lafadznya adalah: “Perbedaan pendapat di kalangan sahabatku (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) adalah rahmat bagi kamu sekalian”.

Hadits lain berbunyi : “Para sahabatku laksana bintang di langit. Siapa pun di antara mereka yang kamu ikuti, niscaya kamu mendapatkan petunjuk”.

Kedua Hadits ini tidak sah. Hadits pertama sangat lemah dan Hadits kedua palsu. Saya telah menjelaskan analisa terhadap Hadits ini dalam Kitab Adh-Dha’ifah Hadits no. 58, 59 dan 61.”

Hadits palsu tersebut di atas bertentangan dengan Al-Qur’an karena ayat-ayat Al-Qur’an melarang berselisih pendapat dalam urusan agama dan menyuruh bersatu.

Ayat-ayat tentang hal tersebut sudah sangat populer. Akan tetapi, tidaklah mengapa di sini saya paparkan sebagian sebagai contoh, yaitu firman Allah dalam Qs. Al-Anfal (8) ayat 46: “Janganlah kamu berselisih, karena kamu akan menjadi lemah dan hilang kewibawaan kamu.”

Allah juga berfirman dalam Qs. Rum (30) yat 31-32: “Janganlah kamu menjadi seperti orang-orang musyrik, yaitu mereka mencerai-beraikan agamanya dan bergolongan-golongan. Setiap golongan membanggakan apa yang ada pada mereka.”

Allah berfirman dalam Qs. Hud (11) ayat 118-119: “Mereka terus-menerus berselisih kecuali orang yang mendapatkan rahmat dari Tuhanmu”

Ayat terakhir bahkan menegaskan pertentangan antara berselisih dan rahmat. Orang yang mendapatkan rahmat dari Allah SWT tidak akan berselisih. Jadi, mana mungkin perbedaan itu rahmat?

Posting ini sekadar memberi kita pemahaman dan tidak mudah mengutip sebuah ungkapan dan menyatakannya sebagai hadits. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Kian Jelas Siapa Kawan Seiman dan Seperjuangan

Kian Jelas Siapa Kawan Seiman dan Seperjuangan
AKSI demonstrasi terkait kasus penistaan agama oleh Ahok, terutama setelah aksi damai 4 November dan rencana aksi damai jilid III 2 Desember 2016, setidaknya menguak tabir siapa kawan seiman dan seperjuangan dan siapa yang tidak seiman-seperjuangan.

Ekstremnya, kian jelas siapa kawan siapa lawan. Mereka yang pro, tersirat dan tersurat dari komentar di dunia nyata dan dunia maya (media sosial), kian jelas.

Mereka yang kontra juga kian jelas. Aksi Damai Bela Islam sejatinya mengandung makna mendalam, bukan sekadar persoalan seorang Ahok, tapi persoalan masa depan Islam, kaum Muslim, dan bahkan masa depan Indonesia.

Orang-orang yang kontra Aksi Damai meneriakkan slogan dan isu NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Pertanyaan kita, apakah aksi damai mengancam NKRI? Sama sekali TIDAK. Apakah aksi damai umat Islam mengusik Kebhinekaan bangsa Indonesia? Sama sekali TIDAK.

Yang jelas-jelas mengusik dan mengancam NKRI adalah kelompok atau gerakan separatis seperti kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Republik Maluku Selatan (RMS).

Yang juga mengancam NKRI sejatinya adalah kelompok berduit yang berusaha mengendalikan pemerintahan dan Polri agar "bisnis impor barang dan manusia" ke Indonesia lancar jaya tanpa hambatan. Lambat-laut negara Indonesia akan mereka kuasai dan dipecah-belah.

Jadi, aksi damai umat Islam sama sekali tidak ada kaitan dengan NKRI atau Bhinneka Tunggal Ika. Justru umat Islam-lah yang menjaga keutuhan NKRI dan kebhinekaan itu.

Sayangnya, di kalangan internal umat Islam sendiri muncul individu dan kelompok/organisasi yang justru tidak sejalan dengan visi-misi perjuangan mayoritas ormas/umat Islam. Merekalah yang dimanfaatkan kelompok anti-Islam untuk merusak kesolidan perjuangan umat Islam dari dalam!

Umat Islam bersatu akan sangat kuat dan sulit dikalahkan. Itu fakta. Kini kaum Muslim Indonesia mulai menunjukkan kekuatannya, dengan "people power" aksi jalanan, karena --seperti kata Iwan Fals-- di jalanan kami sandarkan cita-cita, karena di rumah tak ada yang bisa dipercaya --karena yang menangani kasus Ahok tidak bisa dipercaya, bahkan terkesan melindungi dan berusaha membebaskannya dari hukum yang semestinya.

Silakan tanya intelijen independen, apa sebenarnya yang sedang terjadi di Indonesia saat ini. Bukan umat Islam yang mengancam NKRI, tapi kekuatan asing yang memanfaatkan orang dalam untuk menguasai ekonomi-politik Indonesia, lalu menghidupkan kembali paham terlarang di Indonesia.

Kita heran dengan yang disebut ulama, namun sikap dan pandangannya "tidak kompak" dengan mayoritas ulama lain. Alih-alih mendukung perjuangan umat Islam, mereka malah menghambat dan dimanfaatkan kelompok anti-Islam.

Umat Islam yang sudah muncul ghirah-nya tidak akan bisa dibendung. Para mujahid Islam itu tidak takut mati, bahkan kematian dalam perjuangan (fi sabilillah) merupakan cita-cita untuk meraih gelar syuhada.

Sekali laki, kita cermati, kasus aksi damai bukan hanya persoalan penistaan agama, tapi juga membuka kedok mereka yang sudah dikendalikan kekuatan anti-Islam, juga membuka tabir siapa kawan seiman seperjuangan dan siapa yang tidak masuk dalam shaf akbar umat Islam. Wallahu a'lam bish-shawabi. (Admin).*

Hukum Shalat Jumat di Jalan Raya - Luar Masjid

Hukum Shalat Jumat di Jalan Raya - Luar Masjid
Hukum Shalat Jumat di Jalan Raya atau di Luar Masjid menjadi isu hangat terkait rencana aksi bela Islam jilid III pada Jumat 2 Desember 2016. Menurut rencana, massa akan shalat Jumat di jalan raya sebelum melakukan aksi demo.

Kapolri bahkan meminta fatwa MUI soal  Hukum Shalat Jumat di Jalan Raya (Luar Masjid).

Pendapat pribadi bermunculan antara boleh, tidak boleh, bahkan ada yang mengatakan bid'ah. Bagaimana sebenarnya hukum Hukum Shalat Jumat di Jalan Raya atau Luar Masjid?

Yang pasti, hukum Shalat Jumat di luar masjid (tempat terbuka/jalan raya) TIDAK BID'AH karena pada masa Rasulullah Saw dan sahabat shalat Jumat di luar masjid pernah dilakukan.

Hukum Shalat Jumat di Jalan Raya (Luar Masjid) merupakan masalah khilafiyah. Ada yang membolehkan dan tidak. Namun, pendapat terkuat mengatakan BOLEH dan SAH, karena hanya satu madzhab yang menyatakan tidak boleh atau tidak sah.

Dalam kitab Kifayatul Akhyar halaman 147 Juz 1, Taqiyuddin Al Husaini Alhismi Addimasyqisalah (seorang tokoh mazhab Syafii) menjelaskan, tidak dipersyaratkan shalat Jumat itu harus diselenggarakan di masjid.

Para ulama mazhab seluruhnya sepakat,syarat-syarat shalat Jumat itu sama dengan syarat-syarat shalat lainnya, seperti bersuci, menutup aurat, menghadap kiblat, dan waktunya dari mulai tergelincirnya matahari sampai bayangan segala sesuatu sama panjangnya.

Disebutkan, shalat Jumat boleh didirikan di dalam masjid atau di tempat lainnya, kecuali mazhab Maliki. Mereka menyatakan bahwa shalat jumat itu tidak sah kecuali bila dikerjakan di dalam masjid.

Shalat Jum’at pertama pada masa Rasulullah Saw bahkan tidak dilaksanakan di masjid. Ada pula riwayat tentang shalat Jumat di tempat terbuka ini:

حدثنا عبد الله بن إدريس عن شعبة عن عطاء بن أبي ميمونة عن أبي رافع عن أبي هريرة أنهم كتبوا إلى عمر يسألونه عن الجمعة فكتب جمعوا حيث كنتم

"Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Idriis, dari Syu’bah, dari ‘Athaa’ bin Abi Maimuun, dari Abu Raafi’, dari Abu Hurairah : Bahwasannya para shahabat menulis surat kepada ‘Umar (bin Al-Khaththaab) bertanya kepadanya tentang shalat Jum’at. Lalu ‘Umar menulis balasan : “Shalat Jum’atlah dimana saja kalian berada” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, 2/101; sanadnya shahih].

Dalam sunnah dijelaskan, semua bumi adalah masjid (tempat sujud) yang suci untuk shalat.

Syeikh Abdurrahman Al-Jaziri dalam kitabnya al-Fiqhu ‘Ala al-Madzāhib al-Arba’ah (I/602) dengan sangat baik menyebutkan perbedaan mengenai masalah ini.

Tiga Imam madzhab (Hanafi, Syafi’i, Hanbali) sepakat mengenai kebolehan shalat Jum’at di tempat terbuka, lapang (di luar masjid). Sedangkan Malikiyah berpendapat bahwa shalat Jum’at tidak sah, kecuali di masjid.

Hukum Shalat Jumat di Luar Masjid Menurut 4 Madzhab

  1. Pendapat Malikiyah :  Tidak sah melaksanakan shalat Jum’at di rumah dan tempat terbuka. Harus ditunaikan di masjid jami’. 
  2. Pendapat Hanabilah : Sah shalat Jum’at yang dilakukan di tempat terbuka (di luar masjid) jika dengan dengan bangunan. Ukuran dekat yang teranggap sesuai dengan kebiasaan. Jika tidak dekat –secara adat- maka shalatnya tidak sah. Jika imam shalat Jum’at di gurun pasir maka ia mewakilkan orang untuk shalat dengan masyarakat. 
  3. Pendapat Syafi’iyah: Sah shalat Jum’at di tempat terbuka jika dekat dengan bangunan. Ukuran dekatnya menurut mereka ialah jarak yang seorang musafir tidak boleh mengqashar shalat ketika sampai pada jarak itu. Contoh fadha (tempat terbuka) seperti halaman yang terletak di dalam pagar negeri jika memiliki pagar. “Sesungguhnya Jum’at tidak disyaratkan keshahannya di masjid. Sebagaimana mereka secara tegas berpendapat sekiranya mereka melaksanakan shalat Jum’at di tempat terbuka di antara gedung atau bangunan maka shalatnya sah.” (al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, I/234). 
  4. Pendapat Hanafiyah: Sahnya shalat Jum’at tidak dipersyaratkan harus di masjid. Bahkan sah ditunaikan di tempat terbuka. Dengan syarat tidak jauh dari kota lebih dari empat farsakh (3 mil) dan Imam mengizinkan untuk menunaikan Jum’at di situ.

Demikian himpunan penjelasan tentang Hukum Shalat Jumat di Jalan Raya atau di Luar Masjid. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Sumber: Hidayatullah, Eramuslim, Shahihain, Pedoman Sholat Hasby ash-Shiddiqui

Penghina Al-Quran Akan Dihinakan Allah SWT

Penghina Al-Quran Akan Dihinakan Allah SWT
Penghina Al-Quran Akan Dihinakan Allah SWT. Pembela Al-Quran Dimuliakan Allah SWT.

AL-QURAN adalah kalam Allah SWT berupa perintah, larangan, dan petunjuk bagi umat manusia serta menjadi sumber utama risalah Islam.

Allah SWT menegaskan, Al-Quran terjaga kemurniannya dan tidak akan ada manusia ataupun jin yang mampu membuat tandingan Al-Quran.

Allah SWT menjaga kemurnian Al-Quran antara lain melalui para penghafal Al-Quran. Karenanya, kita wajib mendukung semampu kita pusat-pusat atau pesantren-pesantren tahfidz Quran.

Setiap Muslim wajib memuliakan dan mensucikan al-Quran. Para ulama sepakat bahwa memuliakan dan mensucikan al-Quran adalah wajib. Karenanya, siapa saja kaum Muslim yang menghina Al-Quran, berarti telah melakukan dosa besar, bahkan telah dinyatakan murtad dari Islam.

Nabi Muhammad Rasulullah Saw menegaskan, Al-Qur’an meninggikan derajat satu kaum yang mengimani, mengamalkan, dan membelanya. Sebaliknya, Allah SWT merendahkan derajat kaum yang lain yang melecehkan, mengabaikan, dan menghina Al-Quran.

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَلَ: قَلَ رَسُوْلُ اللّٰهِ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ : اَنّ اللّٰهَ يَرْ فَعُ بِهَذَ الْكِتَابِ أقْوَاماً وَيَضَعُ بِهِ آخَرِيْنَ.

“Dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, sesungguhnya Allah mengangkat derajat beberapa kaum dengan Al-Qur’an ini dan merendahkann yang lain dengannya pula.” (H.R. Muslim).

Rasulullah Saw juga menegaskan, yang terbaik di antara kaum Muslim adalah orang yang belajar dan mengajarkan Al-Quran.

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

"Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com/Sumber: Shahihain -- Bukhari & Muslim, Riyadhush Shalihin).***

Baca Juga: Hukum Membaca Al-Quran

Risalah Islam Perintahkan Umatnya Jaga Kelestarian Lingkungan Alam

Risalah Islam Perintahkan Umatnya Jaga Kelestarian Lingkungan Alam
RISALAH Islam itu ramah lingkungan. Allah SWT memerintahkan umatnya menjaga kelestarian lingkungan alam, gemar menanam pohon.

Bahkan, dalam keadaan perang sekalipun Islam melarang umatnya menebang pohon atau merusak bangunan.

Al-Quran mengingatkan, bencara alam seperti banjir dan longsor serta kekeringan dan krisis air bersih, merupakan akibat perbuatan manusia yang merusak lingkungan, seperti menebang pohon, menggunduli hutan, membuang limbah ke sungai, dan alih fungsi lahan (membuat bangunan di daerah resapan air).

Selain merupakan akibat dan adzab, bencana juga diturunkan Allah SWT sebagai pengingat (tadzkirah) agar kaum Muslim kembali ke jalan yang benar.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ


"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" (QS. Ar-Rûm/30:41).

Dalam Tafsir Ibnu Katsîr disebutkan: “Zaid bin Râfi’ berkata, ‘Telah nampak kerusakan,’ maksudnya hujan tidak turun di daratan yang mengakibatkan paceklik dan di lautan yang menimpa binatang-binatangnya.”

Mujâhid rahimahullah mengatakan, “Apabila orang zhâlim berkuasa lalu ia berbuat zhâlim dan kerusakan, maka Allâh Azza wa Jalla akan menahan hujan karenanya, hingga hancurlah persawahan dan anak keturunan. Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak menyukai kerusakan.” Kemudian Mujâhid rahimahullah membacakan ayat di atas.

Ibnu Katsîr menjelaskan: “Makna firman Allâh (yang artinya) “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,” yaitu kekurangan buah-buahan dan tanam-tanaman disebabkan kemaksiatan.

Abul ‘Aliyah berkata, “Barangsiapa berbuat maksiat kepada Allâh di muka bumi, berarti ia telah berbuat kerusakan padanya. Karena kebaikan bumi dan langit adalah dengan ketaatan. Oleh karena itu apabila nabi ‘Isa turun di akhir zaman, beliau akan berhukum dengan syariat yang suci ini pada masa tersebut.

Beliau akan membunuh babi, mematahkan salib dan menghapus jizyah (upeti) sehingga tidak ada pilihan lain kecuali masuk Islam atau diperangi. Dan di zaman itu, tatkala Allâh telah membinasakan Dajjal dan para pengikutnya serta Ya’jûj dan Ma’jûj, maka dikatakanlah kepada bumi, “Keluarkanlah berkahmu.”

Maka satu buah delima bisa dimakan oleh sekelompok besar manusia dan mereka bisa berteduh di bawah naungan kulitnya. Dan susu unta mampu mencukupi sekumpulan manusia. Semua itu tidak lain disebabkan berkah penerapan syariat Muhammad Saw (Risalah Islam).

Islam Anjurkan Umatnya Menanam Pohon
Islam memberi perhatian khusus soal menanam pohon.


مَا مِنْ مُسْلِمٍ غَرَسَ غَرْسًا فَأَكَلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ أَوْ دَابَّةٌ إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ


"Muslim mana saja yang menanam sebuah pohon lalu ada orang atau hewan yang memakan dari pohon tersebut, niscaya akan dituliskan baginya sebagai pahala sedekah." (Tafsir Ath-Thabari)

Pohon yang ditanam dan bermanfat bagi lingkungan sekitar akan menjadi asset pahala bagi penanamnya sesudah mati yang akan terus mengalirkan pahala baginya.

سَبْعٌ يَجْرِي لِلعَبْدِ أَجْرُهُنَّ وَ هُوَ فِي قَبْرِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ : مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا أَوْ أَجْرَى نَهْرًا أَوْ حَفَرَ بِئْرًا أَوْ غَرَسَ نَخْلاً أَوْ بَنَى مَسْجِدًا أَوْ وَرَثَ مُصْحَفًا أَوْ تَرَكَ وَلَدًا يَسْتَغْفِرُ لََهُ بَعْدَ مَوْتِهِ .


"Tujuh perkara yang pahalanya akan terus mengalir bagi seorang hamba sesudah ia mati dan berada dalam kuburnya. (Tujuh itu adalah) orang yang mengajarkan ilmu, mengalirkan air, menggali sumur, menanam pohon kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf atau meninggalkan anak yang memohonkan ampunan untuknya sesudah ia mati." (al-Fawâid, Ibnul Qayyim).

Dari Anas bin Malik, Rasulullah Saw bersabda :

”Tidaklah seorang muslim menanam tanaman, kemudian tanaman tersebut dimakan oleh burung, manusia ataupun binatang ternak, melainkan hal itu sudah termasuk sedekah darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah Saw bersabda:

“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman kecuali yang dimakan darinya merupakan sedekah, apa yang dicuri darinya merupakan sedekah, apa yang dimakan oleh binatang buas merupakan sedekah, apa yang dimakan oleh burung merupakan sedekah, dan apa yang diambil oleh orang lain juga merupakan sedekah.” dalam lafal lain : “…Merupakan sedekah sampai akhir kiamat” (HR Muslim).

Dari Anas bin Malik, Rasulullah Saw bersabda :

“Jika kiamat terjadi dan salah seorang di antara kalian memegang bibit pohon kurma, lalu ia mampu menanamnya sebelum bangkit berdiri, hendakalah ia bergegas menanamnya.” (HR Bukhari dan Ahmad).

“Tanamlah bibit pohon yang ada di tangan mu sekarang juga, meski besok kiamat. Allah akan tetap memperhitungkan pahalanya.” 

Demikian besarnya perhatian Islam terhadap lingkungan hidup, kelestarian alam, termasuk penanaman pohon atau penghijauan. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Sumber: Tafsîr Ibnu Katsîr, Shahîh al-Bukhâri, Shahîh Muslim, Riyadhus Shâlihîn, Arba'in An-Nawawi.

Mereka Membuat Rekayasa, Namun Rekayasa Allah SWT yang Terbaik

Mereka Membuat Rekayasa, Namun Rekayasa Allah SWT yang Terbaik
ORANG-ORANG kafir senantiasa berusaha membuat rekayasa, tipu-daya, skenario, atau makar untuk memadamkan cahaya api kebenaran dan syiar Islam di muka bumi.


Orang-orang non-Muslim yang memusuhi Islam dan umat Islam senantiasa berusaha menggalang dana dan kekuatan untuk mengalahkan kaum Muslim dan menistakan agama Allah SWT. Namun, Al-Quran menjanjikan, makar Allah SWT lebih baik.

Allah SWT sajalah sebaik-baik pembalas tipu-daya dan skenario kaum kafir yang terus menyerang Islam dan kaum Muslim dengan berbagai cara.

Dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran (3) ayat 54 Allah SWT menegaskan:

وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ ۖ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ


“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya”.

Ayat di atas merupakan rentetan dari kisah Nabi Isa a.s ketika mana menyeru kaumnya kepada agama Islam. Ayat ini juga merupakan ancaman kepada kaum kafir yang ingkar terhaddap dakwah Nabi Isa.

Mereka merancang untuk menyalib dan membunuh Nabi Isa. Namun, rencana mereka atau tipu-muslihat mereka dihancurkan oleh Allah SWT. Dalam ayat berikutnya, Allah SWT menceritakan bagaimana Allah SWT mengangkat Nabi Isa a.s. ke langit.

Ibn Katsir menuliskan:

"Allah Swt. menceritakan perihal segolongan orang-orang terkemuka Bani Israil dalam rencana mereka yang hendak membinasakan Nabi Isa a.s. Mereka bertujuan ingin menimpakan kejahatan terhadapnya dan menyalibnya. Mereka semuanya bergabung untuk menentangnya dan menghasutnya ke hadapan raja di masa itu yang kafir. Mereka menyampaikan berita hasutan kepada si raja bahwa di sana ada seorang lelaki yang menyesatkan orang-orang banyak, menghalang-halangi mereka untuk taat kepada raja, merusak rakyat serta memecah-belah antara seorang ayah dan anaknya; dan hasutan-hasutan lainnya yang biasa mengakibatkan sanksi yang berat bagi pelakunya. Mereka melemparkan tuduhan terhadap Nabi Isa sebagai seorang pendusta, dan bahwa dia adalah anak zina. Hal tersebut membangkitkan kemarahan si raja, lalu ia mengirimkan orang-orangnya untuk menangkap dan menyalibnya serta menyiksanya."
 
"Ketika mereka mengepung rumah Nabi Isa dan mereka menduga pasti dapat menangkapnya, maka Allah menyelamatkan Nabi Isa dari sergapan mereka. Allah mengangkatnya dari atap rumah tersebut ke langit. Kemudian Allah memiripkan rupa seorang lelaki yang ada di dalam rumah tersebut dengan Nabi Isa a.s.
Ketika mereka masuk ke dalam rumah itu, mereka menduga lelaki tersebut sebagai Nabi Isa dalam kegelapan malam, lalu mereka menangkapnya dan menghinanya serta menyalibnya, lalu meletakkan duri di atas kepalanya."
 
"Hal tersebut merupakan tipu daya dari Allah terhadap mereka, karena Dia akan menyelamatkan Nabi-Nya dan mengangkatnya dari hadapan mereka ke langit, serta meninggalkan mereka bergelimangan di dalam kesesatan. Mereka menduga bahwa mereka telah berhasil mencapai sasarannya. Dan Allah menempatkan di dalam hati mereka kekerasan dan keingkaran terhadap perkara yang hak. Hal ini melekat di hati mereka, dan Allah menimpakan kepada mereka kehinaan yang tidak pernah lekang dari diri mereka sampai hari kiamat nanti." 

Allah SWT berfirman:

وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
 
Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (Ali Imran: 54).


Tafsir fi Zilalil Quran Syed Qutb menceritakan bagaimana perancangan Allah SSWT itu memusnahkan perancangan jahat kaum kafir Quraisy. 

Skenario Allah SWT akan senantiasa berlaku dengan ikhtiar para pejuang di jalan Allah (mujahid fillah) yang ikhlas demi menggapai gelar syuhada. Berbuatlah sesuatu untuk kemenangan Islam, maka tipu-daya kaum kafir akan gagal total. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*


Sumber: Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir fi Zhilalil Quran, Shahih Bukhari & Shahih Muslim.

Catatan Aksi Bela Islam Jumat 4 November 2016 #AksiDamai411

Catatan Aksi Bela Islam Jumat 4 November 2016 #AksiDamai411
UMAT Islam Indonesia menggelar aksi unjuk rasa damai, Jumat 4 November 2016, di Jakarta dan kota-kota lain di seluruh Indonesia.

Sulit menyebutkan jumlah umat Islam yang turun ke jalan mengikuti aksi demo, namun yang di Jakarta saja diperkiraan mencapai ratusan ribu orang.

Dalam aksinya, kaum Muslim menuntut proses hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok yang menghina Al-Quran atau menistakan agama (Islam). Massa menuntuk Ahok ditangkap.

Aksi demo besar-besaran ini ditujukan kepada Presiden Jokowi. Sayang, Jokowi memilih "menghindar" dengan berkunjung ke sebuah proyek di Tangerang Selatan.

Pihak pemerintah mengutus Menkopolhukam Wiranto untuk menghadapi demonstran. Namun, massa menolak bertemu Wiranto.

Akhirnya, seperti disiarkan langsung TV One, perwakilan pengunjuk rasa bertemu dengan Wapres Jusuf Kalla, juga Wiranto. JK mengatakan, proses hukum akan dilakukan CEPAT & TEGAS.

Setelah aksi selesai Pkl. 18.00 WIB dan massa membubarkan diri hendak pulang, sebagian shalat Magrib, tiba-tiba muncul sekelompok orang yang menyerang polisi. Aparat pun menembakkan gas air mata. Ada mobil terbakar. Padahal, aksi damai sudah berakhir!

Berikut ini beberapa catatan Aksi Bela Islam yang dikoordinasikan ormas-ormas Islam se-Indonesia di Jakarta yang dihimpun dari informasi yang dipublikasikan di Twitter dengan hashtag #AksiDamai411















Aksi demo umat Islam berlangsung yang dipimpin ulama berlangsung benar-benar damai dan tertib diakui oleh Presiden Joko Widodo. Dalam pidatonya, Presiden Jokowi mengapresiasi aksi demonstrasi damai para ulama pada Jumat 4 November.

Di sisi lain, Presiden mengecam aksi kekerasan yang terjadi setelah aksi damai berakhir. Presiden menyampaikan pidato resminya usai rapat terbatas dengan Menko Polhukam Wiranto, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Mensesneg Pratikno, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Menag Lukman Hakim Saifuddin, Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan, di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (5/11/2016).

Berikut ini pidato lengkap Presiden Jokowi soal aksi demonstrasi 4 November 2016  yang intinya mengakui aksi berlangsung damai, tidak rusuh seperti yang diharapkan sebagian kalangan! Massa yang rusuh selain peserta aksi damai.

Sebagai negara demokrasi kita menghargai proses penyampaian aspirasi melalui unjuk rasa yang dilakukan pada hari ini dengan cara-cara yang tertib dan damai. 

Terima kasih kami sampaikan kepada para ulama para kyai, para habib, para ustaz, yang telah memimpin umatnya yang menyejukkan sehingga sampai maghrib tadi berjalan dengan tertib dan damai. 

Tapi kita menyesalkan kejadian bakda isya yang seharusnya sudah bubar tetapi menjadi rusuh dan ini kita lihat telah ditunggangi oleh aktor-aktor politik yang memanfaatkan situasi. 

Sebelumnya saya telah memerintahkan wakil presiden untuk menerima perwakilan unjuk rasa yang didampingi Menko Polhukam, Mensesneg, Menag, Seskab, Kapolri dan Panglima TNI. 

Dalam pertemuan itu telah disampaikan bahwa proses hukum terhadap saudara Basuki Tjahaja Purnama akan dilakukan secara tegas, cepat, dan transparan. Sebab itu, saya minta para pengunjuk rasa untuk kembali pulang ke rumah masing-masing, ke daerah masing-masing dengan tertib. Biarkan aparat keamanan bekerja menyelesaikan proses penegakan hukum seadil-adilnya. 

Terakhir saya mengapresiasi kerja keras aparat keamanan yang melakukan pendekatan persuasif dalam menjaga situasi sehingga tetap kondusf. Saya harap masyarakat tetap tenang dan menjaga lingkungan masing-masing sehingga situasi tetap aman dan damai.*

5 Kewajiban Seorang Muslim terhadap Agamanya (Islam)

5 Kewajiban Seorang Muslim terhadap Agamanya (Islam)
Aksi Bela Islam merupakan bagian dari kewajiban seorang Muslim terhadap agamanya (Islam).

SECARA harfiyah, Muslim adalah orang yang beragama Islam. Ciri utamanya adalah percaya dan yakin Allah SWT sebagai Tuhan yang berhak disembah dan ditaati serta yakin Muhammad Saw adalah utusan-Nya.

Dalam keseharian, ciri seorang Muslim itu adalah menjalankan ibadah shalat, sebagai pembeda utama antara umat Islam dengan kaum non-Muslim, dan mengamalkan ajaran Islam lainnya.

Shalat adalah simbol kepasrahan dan ketaan kepada Allah SWT. Dalam shalat kita berdialog, menyembah, mengagungkan Allah SWT, dan menyatakan siap menaati perintah-Nya.

Dalam salah satu bacaan wajib shalat, yakni QS Al-Fatihah, seorang Muslim menyatakan "Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in" --hanya kepada-Mu kami mengabdi (menyembah) dan hanya kepada-Mu kami memohon.

Lima Kewajiban seorang Muslim terhadap Agamanya

Kewajiban seorang Muslim terhadap Agamanya (Islam), setela mengimani atau meyakini kebenaran seluruh ajaran Islam, bukan sekadar memahami dan mengamalkan, tapi juga harus menyebarkan, menjaga, serta membela nama baiknya.

Mengacu kepada QS. Al-'Ashr, KH Endang Saifuddin Anshary dalam bukunya, Kuliah Al-Islam (Pustaka Salman, Bandung, 1980), menyebutkan, setidaknya ada lima kewajiban kaum Muslim terhadap agamanya (Islam), yaitu mengimani Islam, mendalami ilmunya, mengamalkannya, mendakwahkannya, dan membelanya.

  1. Iman -- yakin sepenuh hati bahwa Islam yang terbaik dan paling benar.
  2. Ilmu -- mempelajari dan memahami ajaran Islam secara keseluruhan.
  3. Amal -- mengamalkan ajaran Islam seoptimal mungkin (mastatho'tum)
  4. Dakwah -- menyebarkan kebenaran agama Islam kepada orang lain.
  5. Jihad -- menjaga kehormatan dan membela nama baik Islam dan kaum Muslim. 
Dakwah dan jihad (membela Islam) tidak mesti selalu dengan terjun langsung, seperti para da'i dan mujahid di medan juang, tapi juga dengan membantu persiapan dan dukungan moral & material/dana kepada lembaga-lembaga dakwah dan jihad fi sabilillah.
“Barangsiapa yang membantu orang yang berjuang, maka sesungguhnya dia telah berjuang. Dan barangsiapa yang menanggung keluarganya dengan kebaikan, maka sesungguhnya dia telah berperang” (HR Bukhari & Muslim).

Berjuang mendakwahkan dan membela Islam bisa dilakukan dengan ragam cara, dengan harta, jiwa, juga lisan.

"Perangilah orang-orang musyrik dengan harta kalian, jiwa kalian dan lisan kalian" (HR Abu Daud dan Al-Hakim dari Anas).

Penisataan, pelecehan, atau penghinaan terhadap Islam terus dilakukan orang-orang kafir, sejak zaman Nabi Muhammad Saw. Umat Islam yang benar-benar dengan kemuslimannya, tanpa dikomando akan bangkit membela nama baik agama yang dianutnya (Islam).

Jika ada seorang Muslim  yang tidak bereaksi apa-apa saat ada yang menghina Islam atau melecehkan Al-Quran, maka patut dipertanyakan kemuslimannya.

Aksi Bela Islam, dalam bentuk apa pun yang sejalan dengan nilai-nilai dan adab Islam, merupakan bagian dari kewajiban seorang Muslim terhadap agamanya (Islam). Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Tafsir QS Al-Maidah:51-53 tentang Memilih Pemimpin

Tafsir QS Al-Maidah:51-53 tentang Memilih Pemimpin
Tafsir Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 51-53

ALLAH SWT menegaskan larangan orang beriman (umat Islam) memimpin orang Yahudi atau Nasrani alias non-Muslim (kafir) sebagai pemimpin.

Alasan utamanya, karena mereka adalah musuh-musuh Islam atau tidak akan pernah senang kepada kaum Muslim sebagaimana dinyatakan ayat lainnya (QS. al-Baqarah [2]: 120).

Pemimpin non-Muslim, apalagi anti-Islam, berpotensi menghambat syi'ar Islam dan praktik ibadah kaum Muslimin. Lagi pula, pemimpin itu harus menjadi teladan bagi yang dipimpinnya, termasuk dalam urusan ketaatan kepada Allah SWT.


Berikut ini Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 51-53 yang wajib menjadi pedoman kaum Muslim dalam memilih pemimpin.
 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (51) فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَى أَنْ تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ فَيُصْبِحُوا عَلَى مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ (52) وَيَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا أَهَؤُلَاءِ الَّذِينَ أَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ إِنَّهُمْ لَمَعَكُمْ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَأَصْبَحُوا خَاسِرِينَ (53)


"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (kalian); sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. Barang siapa di anta­ra kalian mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Maka kami akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani) seraya berkata, "Kami takut akan mendapat bencana, " Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan, "Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu?” Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi."

Tafsir Ibnu Katsir


Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin mengangkat orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani sebagai wali mereka, karena mereka adalah musuh-musuh Islam dan para penganutnya; semoga Allah melaknat mereka. Kemudian Allah memberitahukan bahwa sebagian dari mereka adalah wali bagi sebagian yang lain.

Selanjutnya Allah mengancam orang mukmin yang melakukan hal itu melalui firman-Nya:


وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ


"Barang siapa di antara kalian mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka." (Al-Maidah: 51), hingga akhir ayat.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Kasir ibnu Syihab, telah menceritakan kepada kami Muhammad (Yakni Ibnu Sa'id ibnu Sabiq), telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abu Qais, dari Sammak ibnu Harb, dari Iyad, bahwa Umar pernah memerintahkan Abu Musa Al Asyari untuk melaporkan kepadanya tentang semua yang diambil dan yang diberikannya (yakni pemasukan dan pengeluarannya) dalam suatu catatan lengkap.

Dan tersebutlah bahwa yang menjadi sekretaris Abu Musa saat itu adalah seorang Nasrani. Kemudian hal tersebut dilaporkan kepada Khalifah Umar r.a. Maka Khalifah Umar merasa heran akan hal tersebut, lalu ia berkata,

"Sesungguhnya orang ini benar-benar pandai, apakah kamu dapat membacakan untuk kami sebuah surat di dalam masjid yang datang dari negeri Syam?"

Abu Musa Al-Asy'ari menjawab, "Dia tidak dapat melakukannya." Khalifah Umar bertanya, "Apakah dia sedang mempunyai jinabah?" Abu Musa Al-Asy'ari berkata, "Tidak, tetapi dia adalah seorang Nasrani."

Maka Khalifah Umar membentakku dan memukul pahaku, lalu berkata, "Pecatlah dia." Selanjutnya Khalifah Umar membacakan firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (kalian). (Al-Maidah: 51), hingga akhir ayat

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah, telah mencerita­kan kepada kami Usman ibnu Umar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, dari Muhammad ibnu Sirin yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Atabah pernah berkata,

"Hendaklah seseorang di antara kalian memelihara dirinya, jangan sampai menjadi seorang Yahudi atau seorang Nasrani, sedangkan dia tidak menyadarinya." 

Menurut Muhammad ibnu Sirin, yang dimaksud olehnya menurut dugaan kami adalah firman Allah Swt. yang mengatakan: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (kalian). (Al-Maidah : 51), hingga akhir ayat.

Dan telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, dari Asim, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah ditanya mengenai sembelihan orang-orang Nasrani Arab. Maka ia menjawab, "Boleh dimakan." Allah Swt. hanya berfirman: Barang siapa di antara kalian mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. (Al-Maidah: 51)
Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Abuz Zanad.

فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ 


Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya. (Al-Maidah: 52). Yaitu keraguan, kebimbangan, dan kemunafikan.

يُسَارِعُونَ فِيهِمْ


bersegera mendekati mereka. (Al-Maidah: 52). Maksudnya, mereka bersegera berteman akrab dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani secara lahir batin.

يَقُولُونَ نَخْشَى أَنْ تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ seraya berkata, "Kami takut akan mendapat bencana." (Al-Maidah: 52)


Yakni mereka melakukan demikian dengan alasan bahwa mereka takut akan terjadi suatu perubahan, yaitu orang-orang kafir beroleh kemenangan atas kaum muslim.

Jika hal ini terjadi, berarti mereka akan memperoleh perlindungan dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, meng­ingat orang-orang Yahudi dan Nasrani mempunyai pengaruh tersendiri di kalangan orang-orang kafir, sehingga sikap berteman akrab dengan mereka dapat memberikan manfaat ini. Maka Allah Swt berfirman menjawab mereka:

{فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ} Mudah-mudahan Allah akan memberikan kemenangan (kepada Rasul-Nya). (Al-Maidah: 52).

Menurut As-Saddi, yang dimaksud dengan al-Fathu dalam ayat ini ialah kemenangan atas kota Mekah. Sedangkan yang lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah kekuasaan peradilan dan keputusan.

{أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ} atau sesuatu keputusan dari-Nya. (Al-Maidah: 52). Menurut As-Saddi, makna yang dimaksud ialah memungut jizyah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani.

{فَيُصْبِحُوا} Maka karena itu mereka menjadi. (Al-Maidah: 52). Yakni orang-orang yang menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai wali mereka dari kalangan kaum munafik.

{عَلَى مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ} menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka (Al-Maidah: 52) Yaitu menyesali perbuatan mereka yang berpihak kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani itu.

Dengan kata lain, mereka menyesali perbuatan yang mereka lakukan karena usahanya itu tidak dapat memberikan hasil apa pun, tidak pula dapat menolak hal yang mereka hindari, bahkan berpihak kepada mereka merupakan penyebab utama dari kerusakan itu sendiri. Kini mereka keadaannya telah dipermalukan dan Allah telah menampakkan perkara mereka di dunia ini kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, padahal sebelumnya mereka tersembunyi, keadaan dan prinsip mereka masih belum diketahui. Tetapi setelah semua penyebab yang mempermalukan mereka telah lengkap, maka tampak jelaslah perkara mereka di mata hamba-hamba Allah yang mukmin.

Orang-orang mukmin merasa heran dengan sikap mereka (kaum munafik itu), bagaimana mereka dapat menampakkan diri bahwa mereka seakan-akan termasuk orang-orang mukmin, dan bahkan mereka berani bersumpah untuk itu, tetapi dalam waktu yang sama mereka berpihak kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani? Dengan demikian, tampak jelaslah kedustaan dan kebohongan mereka. Untuk itulah Allah menyebutkan dalam firman-Nya:

{وَيَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا أَهَؤُلاءِ الَّذِينَ أَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ إِنَّهُمْ لَمَعَكُمْ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَأَصْبَحُوا خَاسِرِينَ} Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan, "Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kalian?” Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi. (Al-Maidah: 53)

Ikrimah mengatakan, ayat ini (QS Al-Maidah:51-53) diturunkan berkenaan dengan Abu Lubabah ibnu Abdul Munzir ketika Rasulullah Saw. mengutusnya kepada Bani Quraizah, lalu mereka bertanya kepadanya,

"Apakah yang akan dilakukan olehnya terhadap kami?" Maka Abu Lubabah mengisya­ratkan dengan tangannya ke arah tenggorokannya, yang maksudnya bahwa Nabi Saw. akan menyembelih mereka. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

Menurut pendapat yang lain. ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul, seperti apa yang telah disebutkan oleh Ibnu Jarir:

حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي، عَنْ عَطِيَّةَ بْنِ سَعْدٍ قَالَ: جَاءَ عُبَادَةُ بْنُ الصَّامِتِ، مِنْ بَنِي الْخَزْرَجِ، إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ لِي مَوَالِي مَنْ يَهُودٍ كَثِيرٌ عَدَدُهُمْ، وَإِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ مِنْ وَلَايَةِ يَهُودٍ، وَأَتَوَلَّى اللَّهَ وَرَسُولَهُ. فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ: إِنِّي رَجُلٌ أَخَافُ الدَّوَائِرَ، لَا أَبْرَأُ مِنْ وِلَايَةِ مَوَالِي. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُبَيٍّ: "يَا أَبَا الحُباب، مَا بَخِلْتَ بِهِ مِنْ وَلَايَةِ يَهُودَ عَلَى عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ فَهُوَ لَكَ دُونَهُ". قَالَ: قَدْ قَبِلْتُ! فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ [بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ] } إِلَى قَوْلِهِ: {فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ} 


bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan hadis berikut dari Atiyyah ibnu Sa'd, bahwa Ubadah ibnus Samit dari Banil Haris ibnul Khazraj datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya mempunyai teman-teman setia dari kalangan orang-orang Yahudi yang jumlah mereka cukup banyak.

Dan sesungguhnya saya sekarang menyatakan berlepas diri kepada Allah dan Rasul-Nya dari mengambil orang-orang Yahudi sebagai teman setia saya, dan sekarang saya berpihak kepada Allah dan Rasul-Nya." Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul berkata, "Sesungguhnya aku adalah seseorang yang takut akan mendapat bencana. Karenanya aku tidak mau berlepas diri dari mereka yang telah menjadi teman-teman setiaku."

Maka Rasulullah Saw. bersabda kepada Abdullah ibnu Ubay, "Hai Abul Hubab, apa yang engkau pikirkan, yaitu tidak mau melepaskan diri dari berteman setia dengan orang-orang Yahudi, tidak seperti apa yang dilakukan oleh Ubadah ibnus Samit. Maka hal itu hanyalah untukmu, bukan untuk Ubadah." Abdullah ibnu Ubay berkata, "Saya terima." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (kalian). (Al-Maidah: 51), hingga dua ayat berikutnya.

ثُمَّ قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا هَنَّاد، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ بُكَيْر، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الزُّهْرِيِّ قَالَ: لَمَّا انْهَزَمَ أَهْلُ بَدْرٍ قَالَ الْمُسْلِمُونَ لِأَوْلِيَائِهِمْ مِنْ يَهُودَ: آمِنُوا قَبْلَ أَنْ يُصِيبَكُمُ اللَّهُ بِيَوْمٍ مِثْلَ يَوْمِ بَدْرٍ! فَقَالَ مَالِكُ بْنُ الصَّيْفِ: أَغَرَّكُمْ أَنْ أَصَبْتُمْ رَهْطًا مِنْ قُرَيْشٍ لَا عِلْمَ لَهُمْ بِالْقِتَالِ!! أَمَا لَوْ أمْرَرْنا الْعَزِيمَةَ أَنْ نَسْتَجْمِعَ عَلَيْكُمْ، لَمْ يَكُنْ لَكُمْ يَدٌ بِقِتَالِنَا فَقَالَ عُبَادَةُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أَوْلِيَائِي مِنَ الْيَهُودِ كَانَتْ شَدِيدَةً أَنْفُسُهُمْ، كَثِيرًا سِلَاحُهُمْ، شَدِيدَةً شَوْكَتُهُمْ، وَإِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ [تَعَالَى] وَإِلَى رَسُولِهِ مِنْ وِلَايَةِ يَهُودَ، وَلَا مَوْلَى لِي إِلَّا اللَّهُ وَرَسُولُهُ. فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ: لَكِنِّي لَا أَبْرَأُ مِنْ وَلَاءِ يَهُودٍ أَنَا رَجُلٌ لَا بُدَّ لِي مِنْهُمْ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا أَبَا الْحُبَابِ أَرَأَيْتَ الَّذِي نَفَّسْتَ بِهِ مِنْ وَلَاءِ يَهُودَ عَلَى عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ، فَهُوَ لَكَ دُونَهُ؟ " فَقَالَ: إِذًا أقبلُ! قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ [بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ] } إِلَى قَوْلِهِ: {وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ} 


Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abdur Rahman, dari Az-Zuhri yang menceritakan bahwa ketika kaum musyrik mengalami kekalahan dalam Perang Badar, kaum muslim berkata kepada teman-teman mereka yang dari kalangan orang-orang Yahudi,

"Masuk Islamlah kalian sebelum Allah menimpakan kepada kalian suatu bencana seperti yang terjadi dalam Perang Badar."

Malik ibnus Saif berkata, "Kalian telah teperdaya dengan kemenangan kalian atas segolongan orang-orang Quraisy yang tidak mempunyai pengalaman dalam peperangan. Jika kami bertekad menghimpun kekuatan untuk menyerang kalian, maka kalian tidak akan berdaya untuk memerangi kami."

Maka Ubadah ibnus Samit berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguh­nya teman-teman sejawatku dari kalangan orang-orang Yahudi adalah orang-orang yang berjiwa keras, banyak memiliki senjata, dan kekuatan mereka cukup tangguh. Sesungguhnya aku sekarang berlepas diri kepada Allah dan Rasul-Nya dari berteman dengan orang-orang Yahudi. Sekarang bagiku tidak ada pemimpin lagi kecuali Allah dan Rasul-Nya."

Tetapi Abdullah ibnu Ubay berkata, "Tetapi aku tidak mau berlepas diri dari berteman sejawat dengan orang-orang Yahudi. Sesungguhnya aku adalah orang yang bergantung kepada mereka."

Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Abul Hubab, bagaimanakah jika apa yang kamu sayangkan, yaitu berteman sejawat dengan orang-orang Yahudi terhadap Ubadah ibnus Samit, hal itu hanyalah untukmu, bukan untuk dia?"

Abdullah ibnu Ubay menjawab, "Kalau begitu, aku bersedia menerima­nya." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (kalian). (Al-Maidah: 51) sampai dengan firman-Nya: Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67)

Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, kabilah Yahudi yang mula-mula berani melanggar perjanjian antara mereka dan Rasulullah Saw. adalah Bani Qainuqa.

فَحَدَّثَنِي عَاصِمُ بْنُ عُمَرَ بْنِ قَتَادَةَ قَالَ: فَحَاصَرَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حتى نَزَلُوا عَلَى حُكْمِهِ، فَقَامَ إِلَيْهِ عَبْدُ اللَّهِ بن أبي بن سَلُولَ، حِينَ أَمْكَنَهُ اللَّهُ مِنْهُمْ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، أَحْسِنْ فِي مَوَالي. وَكَانُوا حُلَفَاءَ الْخَزْرَجِ، قَالَ: فَأَبْطَأَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، أَحْسِنْ فِي مَوَالِي. قَالَ: فَأَعْرَضَ عَنْهُ. فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِي جَيْبِ دِرْعِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. "أَرْسِلْنِي". وَغَضِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى رُئِي لِوَجْهِهِ ظُلَلًا ثُمَّ قَالَ: "وَيْحَكَ أَرْسِلْنِي". قَالَ: لَا وَاللَّهِ لَا أُرْسِلُكَ حَتَّى تُحْسِنَ فِي مَوَالي، أَرْبَعِمِائَةِ حَاسِرٍ، وَثَلَاثِمِائَةِ دَارِعٍ، قَدْ مَنَعُونِي مِنَ الْأَحْمَرِ وَالْأَسْوَدِ، تَحْصُدُهُمْ فِي غَدَاةٍ وَاحِدَةٍ؟! إِنِّي امْرُؤٌ أَخْشَى الدَّوَائِرَ، قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هُم لَكَ." 


Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadanya Asim ibnu Umar ibnu Qatadah yang mengatakan bahwa lalu Rasulullah Saw. mengepung mereka hingga mereka menyerah dan mau tunduk di bawah hukumnya.

Lalu bangkitlah Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul kepada Rasulullah, setelah Allah memberikan kemenangan kepadanya atas mereka. Kemudian Abdullah Ibnu Ubay ibnu Salul berkata,

"Hai Muhammad, perlakukanlah teman-teman sejawatku itu dengan baik, karena mereka adalah teman-teman sepakta orang-orang Khazraj."

Rasulullah Saw. tidak melayaninya, dan Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul berkata lagi, "Hai Muhammad, perlakukanlah teman-teman sejawatku ini dengan baik. Tetapi Rasulullah Saw. tidak mempedulikannya.

Kemudian Abdullah ibnu Ubay memasukkan tangannya ke dalam kantong baju jubah Nabi Saw., dan Nabi Saw. bersabda kepadanya.”Lepaskanlah aku!" Bahkan Rasulullah Saw. marah sehingga kelihatan roman muka beliau memerah, kemudian bersabda lagi, "Celakalah kamu, lepaskan aku. Abdullah ibnu Ubay berkata, "Tidak, demi Allah, sebelum engkau bersedia akan memperlakukan teman-teman sejawatku dengan perlakuan yang baik. Mereka terdiri atas empat ratus orang yang tidak memakai baju besi dan tiga ratus orang memakai baju besi, dahulu mereka membelaku dari ancaman orang-orang yang berkulit merah dan berkulit hitam yang selalu mengancamku, sesungguhnya aku adalah orang yang takut akan tertimpa bencana." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Mereka kuserahkan kepadamu."

قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ: فَحَدَّثَنِي أَبُو إِسْحَاقَ بْنُ يَسار، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الْوَلِيدِ بْنِ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: لَمَّا حَارَبَتْ بَنُو قَيْنُقَاع رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، تَشَبَّثَ بِأَمْرِهِمْ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ، وَقَامَ دُونَهُمْ، وَمَشَى عُبَادَةُ بْنُ الصَّامِتِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَ أَحَدَ بَنِي عَوْف بْنِ الْخَزْرَجِ، لَهُ مِنْ حِلْفِهِمْ مِثْلَ الَّذِي لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُبَيٍّ، فَجَعَلَهُمْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَبَرَّأَ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حِلْفِهِمْ، وَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَتَبَرَّأُ إِلَى اللَّهِ وَإِلَى رَسُولِهِ مِنْ حِلْفِهِمْ، وَأَتَوَلَّى اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالْمُؤْمِنِينَ، وَأَبْرَأُ مِنْ حِلْفَ الْكُفَّارِ وَوَلَايَتِهِمْ. فَفِيهِ وَفِي عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُبَيٍّ نَزَلَتِ الْآيَاتُ فِي الْمَائِدَةِ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ} إِلَى قَوْلِهِ: {وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ} 


Muhammad ibnu Ishaq berkata, telah menceritakan kepadaku Abu Ishaq ibnu Yasar, dari Ubadah ibnul Walid ibnu Ubadah ibnus Samit yang mengatakan bahwa ketika Bani Qainuqa' memerangi Rasulullah Saw., Abdullah ibnu Ubay berpihak dan membela mereka, sedangkan Ubadah ibnus Samit berpihak kepada Rasulullah Saw.

Dia adalah salah seorang dari kalangan Bani Auf ibnul Khazraj yang juga merupakan teman sepakta Bani Qainuqa', sama dengan Abdullah ibnu Ubay. Ubadah ibnus Samit menyerahkan perkara mereka kepada Rasulullah Saw. dan berlepas diri kepada Allah dan Rasul-Nya dari berteman dengan mereka.

Lalu ia mengatakan, "Wahai Rasulullah, saya berlepas diri kepada Allah dan Rasul-Nya dari berteman dengan mere­ka; dan sekarang saya berpihak kepada Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin; saya pun menyatakan lepas dari perjanjian saya dengan orang-orang kafir dan tidak mau lagi berteman dengan mereka."

Berkenaan dengan dia dan Abdullah ibnu Ubay ayat-ayat ini diturunkan,- yaitu firman Allah Swt. yang ada di dalam surat Al-Maidah: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (kalian); sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. (Al-Maidah: 51) sampai dengan firman-Nya: Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. (Al-Maidah: 56).

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ، عَنْ محمد بن إِسْحَاقَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَة، عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ: دَخَلْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُبَيٍّ نَعُودُهُ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قَدْ كُنْتُ أَنْهَاكَ عَنْ حُبّ يَهُودَ". فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: فَقَدْ أَبْغَضَهُمْ أَسْعَدُ بْنُ زُرَارَةَ، فَمَاتَ. 


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Usamah ibnu Zaid yang menceritakan bahwa ia pernah bersama dengan Rasulullah Saw. menjenguk Abdullah ibnu Ubay yang sedang sakit. Maka Nabi Saw. bersabda kepadanya: Aku pernah melarangmu jangan berteman dengan orang-orang Yahudi. Tetapi Abdullah ibnu Ubay menjawab, "As'ad ibnu Zararah pernah membenci mereka, dan ternyata dia mati."

 Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dhalim. (QS. 5:51)

Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: ‘Kami takut akan mendapat bencana.’ Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau suatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. (QS. 5:52)

Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: ‘Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu?’ Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi. (QS. 5:53)” (al-Maa-idah: 51-53)

Demikian Tafsir Ibnu Katsir QS Al-Maidah:51-53 tentang Memilih Pemimpin yang harus disikapi dengan Sami'na wa atho'na (kami dengar dan kami taat) oleh kaum Muslim. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Karakter Mukmin Sejati: Hati Bergetar Jika Mendengar Asma Allah SWT

Karakter Mukmin Sejati: Hati Bergetar Jika Mendengar Asma Allah SWT
Karakter Mukmin Sejati: Hati Bergetar Jika Mendengar Asma Allah SWT.

SUDAHKAH
kita termasuk orang yang benar-benar beriman (mukmin) alias Muslim sejati? Mari kita renungkan ciri-ciri atau karakteristik orang beriman menurut Al-Quran berikut ini.

Allâh SWT menyebutkan, di antara sifat kaum mukmin itu adalah jika mendengar asma Allah SWT maka hatinya bergetar, imannya bertambah jika dibacakan ayat-ayat Quran, dan mereka bertawakal kepada-Nya.

Selain itu, orang beriman atau Muslim sebenarnya juga melaksanakan shalat dan gemar infak.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ ﴿٢﴾الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ﴿٣﴾أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا ۚ لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ


"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allâh , gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya keiman mereka bertambah, dan hanya kepada Rabblah mereka bertawakkal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabb mereka dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia" [QS. A;-Anfâl [8]:2-4).

Hanya orang yang benar-benar berimanlah yang jika disebutkan nama Allah maka gemetar hatinya. Ada rasa takut sebagai bentuk mengagungkan asma Allah.

Bertambahnya keimaman saan mendengar bacaan Al-Quran menjadi bukti keimanan seseorang.

Orang yang beriman juga akan menyandarkan segala urusannya hanya kepada Allah, bukan kepada benda, gunung, cincin, keris, atau yang lain.

Karena orang beriman itu yakin bahwa tidak akan terwujud suatu hal kecuali atas kehendak Allah. Jika Allah berkehendak terjadi, maka terjadilah. Dan jika Allah tidak berkehendak, ya tidak akan terjadi.

Mendirikan shalat adalah bukti keimanan seseorang. Di samping karena memang shalat adalah tiangnya agama. Kalau ia menegakkan shalatnya, sama dengan ia menegakkan agamanya.

Sebaliknya, manakala ia meruntuhkannya, tidak memperhatikannya, mengabaikannya, sama juga dengan meruntuhkan, tidak memperhatikan dan mengabaikan agamanya sendiri.

Seorang juga dikatakan beriman kepada Allah SWT ketika ia gemar menginfakkan hartanya di jalan Allah.

Semoga kita tergolong orang yang memiliki sifat-sifat orang-orang yang beriman dengan sebenarnya, sebagaimana ayat-ayat tersebut. Amin! (Mi’raj Islamic News Agency/Risalah Islam).*

Doa Mohon Kebaikan dan Berlindung dari Segala Kejahatan

DOA ISLAM MUSLIMDoa Mohon Kebaikan dan Berlindung dari Segala Kejahatan.

SETIAP kita ingin kebaikan dan tidak suka kejahatan. Untuk mendapatkannya, kita harus ikhtiar, tawakal, dan doa.

Jangan pernah abaikan doa sebagai senjata kaum mukmin, terutama kaum lemah yang teraniaya. Doa adalah harapan, asa, menimbulkan optimisme, dan salah satu wujud keimanan kepada Allah SWT yang Makakuasa dan Maha Penolong.

Berikut ini doa mohon segala kebaikan dan berlindung dari segala kejahatan


رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ


Robbabaa aatinaa fid-dunya hasanah, wa fil-aakhiroti hasanah, wa qinaa ‘adzaaban naar.

Artinya :
"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. AlBaqarah 2 : 201).

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَاذَ بِهِ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ اَلْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ مِنْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَأَسْأَلُكَ أَنْ تَجْعَلَ كُلَّ قَضَاءٍ قَضَيْتَهُ لِي خَيْرًا


Alloohumma innii as aluka minal khoiri kullihii ‘aajilihii wa aajilihii maa ‘alimtu minhu wa maa lam a’lam wa a ‘uudzu bika minassyarri kullihii ‘aajilihii wa aajilihii maa ‘alimtu minhu wa maa lam a’lam. Alloohumma innii as aluka min khoiri maa sa alaka ‘abduka wa nabiyyuka. Wa a ‘uudzu bika min syarri maa ‘aa dza bihii ‘abduka wa nabiyyuka. Alloohumma innii as alukal jannata wa maa qorroba ilaihaa min qoulin au ‘amalin. Wa a ‘uudzu bika minannaari wa maa qorroba minhaa min qoulin au ‘amalin. Wa as aluka an taj ‘ala kulla qodhoo in qodhoitahuu lii khoiron.

Artinya:
"Ya Allah aku memohon kepada-Mu dari segala kebaikan baik yang cepat (di dunia) maupun yang lambat (di akherat) , apa yang aku ketahui dan apa yang belum aku ketahui. Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari segala kejahatan baik yang (di dunia) maupun yang lambat (di akherat), apa yang aku ketahui dan apa yang belum aku ketahui. Ya Allah aku memohon kepada-Mu dari kebaikan seperti yang dimohon hamba-Mu dan nabi-Mu. Ya Allah aku memohon kepada-Mu surga dan apa yang dapat mendekatkan kepadanya baik ucapan maupun amalan. Aku berlindung kepada-Mu dari neraka dan apa yang dapat mendekatkan kepadanya baik ucapan maupun amalan. Dan aku memohon kepada-Mu agar Engkau menjadikan setiap keputusan yang Engkau putuskan kepadaku itu baik untukku."

 Doa Mohon Kebaikan dan Berlindung dari Segala Kejahatan bisa ditemui di kitab-kitab kumpulan doa juga di Subulus Salam dan Ihya 'Ulumuddin.

Doa tidak harus selalu dalam bahasa Arab karena Allah SWT Maha Mengetahui Segalanya, bahkan yang tak terucapkan pun Allah SWT Mahatahu.

Semoga kita senantiasa dalam kebaikan dan dijauhkan dari segala kejahatan jin dan manusia. Amin...! (www.risalahislam.com).*




Rajin Ibadah Saja Tidak Cukup: Islam Ajarkan Keseimbangan Ritual & Sosial

Hablum Minallah & Hablum Minanas Harus Seimbang
Hablum Minallah & Hablum Minanas Harus Seimbang. Ibadah Ritual dan Sosial Harus Seimbang. 

Rajin ibadah saja, dalam pengertian ibadah mahdhoh, tidak cukup untuk menjadi Muslim yang baik.

Islam mengajarkan umatnya tentang keseimbangan hubungan dengan Allah SWT (Hablum Minallah) dan Hubungan dengan sesama manusia (Hablum Minan Nas).

Seorang Muslim tidak cukup rajin shalat, dzikir, baca Quran, dan ibadah ritual lainnya.

Ia harus pula menjalin hubungan harmonis dengan orang lain --tetangga, rekan kerja, sahabat, kerabat, dan bahkan yang tidak dikenal.

ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ

"Akan ditimpakan kehinaan kepada mereka kecuali mereka menjalin hubungan baik dengan Allah dan dengan sesama manusia" (QS. Ali Imran 3: 112).

Dalam sebuah hadits shahih tentang amal sholih (kebaikan), dari 7 jenis amal baik yang disebutkan Rasulullah Saw, lima di antaranya berkaitan dengan hablum minannas atau interaksi sosial. Baca: Islam Ajarkan Umatnya Peduli Sesama.

Hal itu menunjukkan, Muslim yang baik bukan hanya rajin ibadah ritual, tapi juga suka ibadah sosial. Dalam istilah populer dikenal dengan "kesalehan sosial", yakni kebaikan sikap terhadap sesama.

Bahkan Rasululullah Saw menegaskan: 

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

"Kaum mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya" (H.R. Ahmad dan Tirmidzi).

Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali mengutip sebuah kisah menarik. Pada zaman Nabi Saw, ada seorang wanita yang rajin beribadah, puasa dan shalat malam, namun oleh Rasul Saw ia digolongkan sebagai ahli neraka (Hiya Fin Nar) karena hubungan dengan manusianya jelek alias berakhlak buruk --suka menyakiti tetangga dengan lisannya.

Kisah menarik lainnya adalah tentang ratusan ribu orang tidak diterima ibadah hajinya, kecuali ada satu orang tukang sepatu bernama Muwaffaq dari Damsyik (Damaskus), yang tak bisa berangkat haji, namun hajinya diterima.

Muwaffaq tidak pergi haji, namun Allah mencatatnya telah berhaji. Diriwayatkan, sebenarnya ia sudah berniat untuk pergi ibadah haji. Ia punya bekal sebesar 300 dirham atas jasanya menambal sepatu seseorang.

Dengan sejumlah uang tersebut, Muwaffaq berniat untuk pergi berhaji, ia merasa dirinya telah mampu berangkat haji. Namun, sebelum niat itu terlaksana, ia mendapati rumah tetangganya yang dihuni anak-anak yatim sedang mengalami kesulitan makanan.

Uang 300 dirham simpanannya, yang rencananya digunakan untuk biaya ibadah haji, diberikan kepada tetangganya tersebut agar bisa dibelanjakan bagi anak-anak yatim di sana. Sedekah Muwaffaq dinilai sebagai ibadah haji oleh Allah SWT.

Orang Bangkrut di Akhirat

Tadzkirah lain tentang pentingnya hubungan baik dengan sesama manusia adalah peringatan Rasulullah Saw tentang orang yang bangkrut di akhirat.

Perbuatan aniaya atau perilaku buruk menyakiti orang lain akan menghilangkan pahala shalat, puasa, zakat yang sudah dikerjakan

أَتَدْرُوْنَ مَا الْمُفْلِسُ؟ قَالُوْا: الْمُفْلِسُ فِيْنَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ. فَقَالَ: إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ. فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ، أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

“Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?” Mereka menjawab: “Orang yang bangkrut di kalangan kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak pula memiliki harta/barang.” Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Namun ia juga datang dengan membawa dosa kedzaliman. Ia pernah mencerca si ini, menuduh tanpa bukti terhadap si itu, memakan harta si anu, menumpahkan darah orang ini dan memukul orang itu. Maka sebagai tebusan atas kedzalimannya tersebut, diberikanlah di antara kebaikannya kepada si ini, si anu dan si itu. Hingga apabila kebaikannya telah habis dibagi-bagikan kepada orang-orang yang didzaliminya sementara belum semua kedzalimannya tertebus, diambillah kejelekan/ kesalahan yang dimiliki oleh orang yang didzaliminya lalu ditimpakan kepadanya, kemudian ia dicampakkan ke dalam neraka.” (HR Muslim).

Karenanya, Rasulullah Saw juga menganjurkan meminta kehalalan (minta maaf) selama di dunia.

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لأَخِيْهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُوْنَ دِيْنَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ، إِنْ كاَنَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ

“Siapa yang pernah berbuat kedzaliman terhadap saudaranya baik menyangkut kehormatan saudaranya atau perkara-perkara lainnya, maka hendaklah ia meminta kehalalan dari saudaranya tersebut pada hari ini (di dunia) sebelum (datang suatu hari di mana di sana) tidak ada lagi dinar dan tidak pula dirham (untuk menebus kesalahan yang dilakukan, yakni pada hari kiamat). Bila ia memiliki amal shalih diambillah amal tersebut darinya sesuai kadar kedzalimannya (untuk diberikan kepada orang yang didzaliminya sebagai tebusan/pengganti kedzaliman yang pernah dilakukannya). Namun bila ia tidak memiliki kebaikan maka diambillah kejelekan orang yang pernah didzaliminya lalu dipikulkan kepadanya.” (HR Bukhari).

Demikian penting ibadah sosial, selain ibadah ritual. Jelas, rajin ibadah ritual saja tidak cukup. Islam mengajarkan keseimbangan ritual & sosial. Shalat, zakat, puasa, haji, dan ibadah mahdhah lainnya, harus diimbangi dengan kebaikan kepada sesama. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*