Bahaya Uang & Makanan Haram Hasil Menipu

Bahaya Uang & Makanan Haram
Bahaya Uang & Makanan Haram Hasil Menipu dan Mencuri, termasuk Korupsi, Manipulasi, dan Perbuatan curang lainnya.

ARTIKEL soal uang dan makanan haram ini ditulis setelah admin berkali-kali menemukan informasi di media sosial tentang Penipuan Kasir Minimarket, Pungli Polisi, Penipuan Isi BBM di SPBU, dan sebagainya.

Para kasir, polisi, petugas SPBU yang melakukan penipuan dan/pungli tersebut sama saja dengan PENCURI dengan hukuman potong tangan dalam Islam.

Uang yang didapat dari hasil menipu, berdusta, mencuri, merampok, korupsi, dan cara-cara tidak halal lainnya, jelas berstatus HARAM. Makanan, minuman, dan pakaian yang dibeli oleh uang tersebut pun jadi haram pula, karena sumbernya yang haram.

Bahaya Uang & Makanan Haram

Apa akibatnya jika mengkonsumsi uang dan makanan haram?

Secara ringkas, akibat mendapatkan dan menggunakan uang hasil menipu dan mencuri a.l. doa tidak terkabul, hati menjadi keras, anak dan istri yang turut mengkonsumsinya juda terkena dampak (keras hati), dan tentu ada adzab Allah SWT lainnya.

Yang jelas, uang dan makanan/minuman haram Tidak Berkah dan hanya akan mendatangkan dosa dan malapetaka, cepat atau lambat.

“Setiap daging yang tumbuh dari yang haram maka neraka lebih pantas untuk menyentuhnya” (HR Tirmidzi)
 

ALKISAH, seorang pengembara berjalan tertatih-tatih. Kelelahan tampak pada raut muka dan rambutnya yang tak teratur dan penuh debu, menandakan ia telah menempuh perjalanan jauh.

Merasa tanpa daya lagi, ia menengadahkan tangannya ke langit, berdoa untuk memohon pertolongan Allah SWT. Terucap dari mulutnya: "Ya Rabbi, Ya Rabbi!"

Namun, doa sang pengembara tersebut tidak dikabulkan Allah SWT. Mengapa? “Bagaimanakah Allah akan mengabulkan doanya, sedangkan makanan, minuman, dan pakaiannya haram,” tegas Nabi Saw.

Kisah yang digubah dari sebuah hadits riwayat Muslim, sebagaimana tercantum dalam Shahih Muslim itu, secara jelas mengabarkan, doa orang yang suka memakan makanan haram atau meminum minuman haram, dan memakai pakaian haram, ditolak oleh Allah SWT (mardud).

Pesan yang hendak disampaikan hadits di atas, tentu saja bukan semata agar kita memakan, meminum, dan memakai barang halal supaya doa kita makbul.

Doa tidak terkabul lantaran dalam diri seseorang yang berdoa itu penuh barang haram, mengisyaratkan pula betapa tidak maslahat dan hinanya barang haram jika kita makan atau pakai.

Apalagi, dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda, setiap tubuh yang dibesarkan dengan cara yang haram, maka neraka lebih layak baginya.  

"Makanan haram termasuk kotoran, bukan makanan yang baik," tulis Imam Al-Ghazali dalam Kitabul Arba'in fi Ushuliddin.

Haram dikategorikan ke dalam dua macam: haram lizatihi dan haram li'ardihi.
  1. Haram Lidzatihi adalah perbuatan yang ditetapkan haram sejak semula, karena secara tegas mengandung mafsadat (kerusakan), seperti berzina, mencuri, meminum khamar, memakan daging babi, riba, dan memakan harta anak yatim (Q.S. Al-An'am:151, Al-Maidah:90 dan 96, Al-Baqarah:228, Al-Isra:32, An-Nisa:10).
  2. Haram Li'ardhihi adalah perbuatan yang pada mulanya tidak diharamkan, kemudian ditetapkan haram karena ada sebab lain yang datang dari luar. Misalnya, shalat dengan pakaian hasil tipuan atau bersedekah dengan harta hasil mencuri.

Islam menggariskan, umatnya harus selalu mengkonsumsi barang halalan thayiba (halal lagi baik) dan cara mendapatkannya juga harus halal.

Barang haram --seperti daging babi-- umumnya umat Islam menghindarinya. Namun tentang "cara mendapatkan rezeki halal", banyak umat yang mengabaikannya.

Padahal, barang halal pun jika didapat dengan cara haram, seperti pencurian, penipuan, korupsi, suap, dan sebagainya, maka barang itu pun haram dikonsumsi.

Di akhirat nanti, kepemilikan dan penggunaan harta kekayaan akan dimintai pertanggungjawabannya dari berbagai arah:
  • Dari mana didapatkan
  • Bagaimana mendapatkannya
  • Digunakan untuk apa 
Jika harta didapat dari sumber halal, cara halal, namun penggunaannya melanggar aturan Allah, atau digunakan di jalan selain-Nya, maka keharaman jatuh atas penggunaan.

Jika sumber halal, penggunaan halal, namun cara mendapatkannya tidak halal, maka haram jatuh atas cara mendapatkan harta tersebut. Begitu seterusnya.

Demikianlah, kehati-hatian kita dalam mendapatkan harta atau makanan, diperlukan mutlak. Agar darah-daging kita terhindar dari barang haram. Kehalalan sumber, cara, dan penggunaan harus selalu dijaga, agar rezeki yang kita dapatkan mengandung berkah dan menyelamatkan kita dunia-akhirat.

Semoga kita dijauhkan dari cara-cara licik, menipu, mencuri, atau cara tidak halal lainnya dalam mendapatkan uang, harta, atau rezeki. agar kita terhindari dari ngerinya dampak memperoleh dan menggunakan uang haram. Amin...! 

Oknum kasir dan petugas SPBU yang melakukan penipuan; oknum polisi yang suka pungli dan "uang damai"; politisi dan pejabat yang doyan korupsi; begal dan penjahat lainnya yang suka mencuri dan merampok; semoga segera disadarkan dan tobat, sebelum kematian mengerikan dan adzab besar melanda. Amin....! Wallahu a’lam bish-shawabi.***

Malam Lailatul Qadar: Pengertian & Cara Mendapatkannya

Pengertian & Cara Mendapatkan Malam Lailatul Qodar - Tafsir Ibu Katsir Surat Al-Qadr.

Lailatul Qadar adalah malam penuh kemuliaan dan keberkahan yang terjadi di 10 malam terakhir bulan Ramadhan.

Pada malam qadar, para malaikat turun ke bumi guna mengurus berbagai urusan dengan membawa keberkahan dan rahmat dari Allah SWT.

Cara menemkan atau mendapatkan malam qodar adalah menghidupkan 10 malam terakhir bulan Ramadhan dengan ibadah, sebagaimana dianjurkan Rasulullah Saw, antara lain dengan I'tikaf atau berdiam di masjid untuk fokus beribadah.

Kehadiran malam Lailatul Qodar secara jelas disebutkan salam Al-Quran Surat Al-Qadr.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr: 1-5).

Pengertian Malam Qadar (Lailatul Qodr)

Secara harfiyah, lailatul qodr artinya malam penetapan atau malam penentuan. Secara istilah, lailatul qodar adalah malam penuh keberkahan, kemuliaan, dan ampunan, serta malam seribu bulan.

Dalam QS. Al-Qodr tersebut dijelaskan, Malam Qodar (Lailatul Qadar) adalah
  1. Malam diturunkannya Al-Quran sehingga malam ini bernilai historis dan penuh keberkahan dan kemuliaan.
  2. Malam yang lebih baik dari 1000 bulan (khairun min alfi syahrin), yaitu untuk amal ibadah yang dilakukan pada malam itu lebih baik dari amalan selama seribu bulan.
  3. Malam diturunkannya malaikat dengan membawa keberkahan dan rahmat dari Allah SWT
  4. Malam penuh keselamatan atau kedamaian.

Orang yang menghidupkan malam Lailatul Qodar dengan ibadah, maka akan diampuni dosa-dosanya, sebagaimana ditegaskan Rasulullah Saw:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang menghidupkan lailatul qadar dengan shalat malam atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Penjelasan Lailatul Qodar

Penjelasan tentang malam qadar berikut ini disarikan dari Tafsir Ibnu Katsir. Menurut Ibnu Katsir, Lailatul Qadar yaitu satu malam yang penuh berkah di bulan Ramadhan, sebagaimana difirmankan Allah dalam ayat lainnya: SyaHru ramadlaanal ladzii unzila fiiHil qur-aan --Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Qur’an.” (QS. Al-Baqarah: 185).

Tentang diturunkannya Al-Quran, Ibnu ‘Abbas dan yang lainnya mengatakan: “Allah menurunkan al-Qur’an itu sekaligus [30 juz], dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia. Kemudian diturunkan secara bertahap, sesuai dengan konteks realitasnya dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun, kepada Rasulullah saw."

Lailatul Qadr adalam malam kemuliaan yang lebih baik dari seribu bulan. Pahala atau nilai ibadah pada malam itu menyerupai ibadah selama seribu bulan.

Ditegaskan di dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw. Bersabda:

“Barang siapa yang bangun untuk mendirikan shalat pada malam lailatul qadr dengan penuh keimanan dan pengharapan akan pahala, maka akan diberikan ampunan kepadanya atas dosa-dosanya yang telah lalu.”
Pada malam Lailatul Qodar, malaikat-malaikat dan malaikat Jibril turun ke bumi untuk mengatur segala urusan, yakni banyak turunnya malaikat pada malam ini karena banyaknya berkah yang terdapat padanya.

Para malaikat itu turun bersamaan dengan turunnya berkah, sebagaimana mereka senang untuk turun saat Al-Qur’an dibaca.

Selain itu, para malaikat ini akan mengelilingi halaqah-halaqah dzikir [majelis ilmu] dan meletakkan sayap mereka bagi pencari ilmu dengan penuh kejujuran, sebagai bentuk penghormatan terhadapnya.

Tentang pengertian ming kulli amrin (untuk mengatur segala urusan):
  • Mujahid mengatakan: “Malam kesejahteraan untuk mengatur semua urusan.” 
  • Sa’id bin Manshur berkata: “Isa bin Yunus memberitahu kami, al-A’masy memberitahu kami, dari Mujahid, mengenai firman-Nya: salaamun Hiya (“Malam itu penuh kesejahteraan”) dia mengatakan: ‘Ia aman, di mana waktu itu syaitan tidak dapat melakukan kejahatan atau melancarkan gangguan.’” 
  • Qatadah dan lain-lain mengatakan: “Pada waktu itu semua urusan diputuskan, berbagai ajal dan rezeki juga ditetapkan, sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala: fiiHaa yufraqu kullu amrin hakiim --pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah (QS. Ad-Dukhaan: 4.

Kapan Terjadinya Lailatul Qodar?


Malam Lailatul Qadar
Masih menurut Tafsir Ibnu Katsir, Lailatul Qodar terjadi di 10 malam terakhir bulan Ramadhan, yaitu di malam-malam ganjil --malam ke-21, 23, 25, 27, atau malam ke-29. Allah SWT dan Rasul-Nya tidak memberitahukan secara pasti agar umat Islam menghidupkan 10 malam terakhir bulan Ramadhan guna menemui Lailatul Qadar.

Nabi Saw berdiri untuk menyampaikan khutbah pada pagi hari ke-20 bulan Ramadlan seraya berucap:

‘Barangsiapa yang beriktikaf bersamaku maka hendaklah dia pulang kembali, karena sesungguhnya aku telah melihat Lailatul Qadr. Dan sesungguhnya aku melupakannya, dan sesungguhnya ia ada pada sepuluh terakhir pada malam ganjil. Dan aku melihat seakan-akan aku bersujud di tanah dan air.’

Dan pada waktu itu atap masjid masih berupa pelepah kurma dan kami tidak bisa melihat sesuatu di langit. Lalu Lailatul Qadr itu datang secara tiba-tiba sehingga hujan turun menyiram kami. Selanjutnya, Nabi saw. mengerjakan shalat bersama kami sehingga aku melihat bekas tanah dan air pada dahi Rasulullah saw. sebagai bentuk pembenaran mimpi beliau.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari ‘Abdullah bin ‘Abbas bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

“Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh terakhir di bulan Ramadlan, pada sembilan hari yang tersisa, pada tujuh hari yang tersisa dan pada lima hari yang tersisa.”

Banyak orang yang menafsirkannya sebagai malam-malam ganjil. Dan yang ini lebih jelas dan lebih populer. Ulama lain membawanya kepada malam-malam genap, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id di dalam kitab shahihnya bahwa dia membawanya pada hal tersebut. wallaaHu a’lam.

Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari ‘Ubadah bin ash-Shamit bahwa dia pernah bertanya kepada Rasulullah saw. mengenai Lailatul Qadr, lalu Rasulullah saw. bersabda:

“Pada bulan Ramadlan, carilah ia [lailatul qadr] pada malam sepuluh terakhir, karena ia adalah malam ganjil; malam keduapuluh satu, atau keduapuluh tiga, atau keduapuluh lima, atau keduapuluh tujuh, atau keduapuluh sembilan, atau pada malam terakhir.”

Cara Mendapatkan Lailatul Qodar


Imam Syafi’i mengatakan: “Pernah terlontar jawaban dari Nabi saw. bagi seorang penanya ketika ditanya kepada beliau: ‘Apakah kami harus mencari malam qadr itu pada malam tertentu?’ beliau menjawab: ‘Benar.’ Sesungguhnya lailatul qadr itu merupakan malam tertentu yang tidak akan berpindah.’”

Dinukil oleh at-Tirmidzi darinya sekaligus pengertiannya. Dan diriwayatkan dari Abu Qilabah bahwasannya dia pernah berkata: “Lailatul Qadr itu berpindah-pindah pada sepuluh malam terakhir.” Dan inilah yang diriwayatkan dari Abu Qilabah yang dinash-kan padanya oleh Malik, ats-Tsauri, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahwaih, Abu Tsaur, al-Muzani, Abu Bakar bin Khuzaimah, dan lain-lain. Dan juga diriwayatkan dari asy-Syafi’i yang dinukil oleh al-Qadhi. Dan inilah yang mirip. wallaaHu a’lam.

Pendapat ini disandarkan pada hadits di dalam kitab ash-Shahihain dari ‘Abdullah bin ‘Umar bahwasannya ada beberapa orang dari sahabat Nabi diperlihatkan Lailatul Qadr melalui mimpi pada malam keduapuluh tujuh dari bulan Ramadlan. Lalu Nabi saw. bersabda: “Aku melihat mimpi kalian itu telah terjadi pada malam tujuh terakhir. Oleh karena itu, barangsiapa yang ingin memperolehnya maka hendaklah dia mengejarnya pada tujuh malam terakhir.”

Disunahkan untuk memperbanyak doa di sepanjang waktu dan di bulan Ramadlan, perbanyaklah pada sepuluh malam terakhir di bulan yang sama, kemudian pada malam-malam ganjil. 


Yang disunahkan dalam doa ini adalah membaca doa berikut: allaaHumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwaa fa’fu ‘annii (“Ya Allah sesungguhnya Engkau Mahapemaaf yang menyukai maaf, karenanya berikanlah maaf kepdaku.”)

Diriwayat pula oleh at-Tirmidzi, an-Nasa-i, dan Ibnu Majah serta al-Hakim di dalam Mustadraknya, dan dia mengatakan: “Hadits ini shahih dengan syarat Syaikhani [al-Bukhari dan Muslim] dan juga diriwayatkan oleh an-Nasa-i.

Kesimpulan
Malam Qodar (Lailatul Qodar) adalah malam penuh kemuliaan, keberkahan, ampunan, dan malam ketika nilai ibadah lebih baik dari amalan seribu bulan. Waktunya adalah di 10 terakhir bulan Ramadhan.

Semoga Allah SWT memberi kita kekutan dan rahmat sehingga bisa menjumpai Lailatul Qodar. Amin Ya Rabbal 'Alamin. (www.risalahislam.com.Sumber: Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Shahih Bukhari, Shahih Muslim).*

Kaum Muslim Terbagi Tiga Golongan: Sabiqun, Muqtashid, Zhalim

Kaum Muslim Terbagi Tiga Golongan
Kaum Muslim Terbagi Tiga Golongan: Sabiqun bil Khairat, Muqtashid, Zhalimu Linafsih.

ALLAH SWT menyebutkan, umat Islam terbagi kedalam tiga golongan atau kelompok, berdasarkan ketaatannya kepada syariat Islam yang bersumberkan Al-Quran.

Hanya ketiga kelompok Muslim ini pula yang ada dalam Islam, bukan sebutan-sebutan kelompok umat Islam yang sering dipropagandakan media-media anti-Islam.

Ketiga golongan kaum Muslim menurut Al-Quran itu adalah
  1. Zhalimu Linafsih
  2. Muqtashid
  3. Sabiqun bil Khairat
Dalam QS. Al-Fathir disebukan:


ُثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ

“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (QS. Fathir: 32).

Pengertian Sabiqun bil Khairat, Muqtashid, Zhalimu Linafsih.


Apa pengertian dan kriteria golongan Sabiqun bil Khairat, Muqtashid, Zhalimu Linafsih? Dalam Tafsir Al-Quran Departemen Agama RI disebutkan:
  1. Zhalimu Linafsih adalah orang yang menganiaya dirinya sendiri, yaitu orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya. 
  2. Muqtashid adalah pertengahan, yaitu orang-orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya.
  3. Sabiqun bil khairat adalah golongan orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan, yaitu orang-orang yang kebaikannya amat banyak dan amat jarang berbuat kesalahan.

Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan
  1. Dzalimun linafsihi atau orang-orang yang menganiaya diri sendiri adalah orang-orang yang meninggalkan kewajiban dan melakukan banyak maksiat.
  2. Muqtashid atau pertengahan adalah orang-orang yang hanya melakukan perbuatan wajib dan menghindarkan diri dai perbuatan maksiat, meninggalkan perbuatan-perbuatan baik, namum suka melakukan perbuatan-perbuatan makruh (tercela).
  3. Sabiqun bilkhairat atau orang yang lebih dahulu berbuat kebaikan adalah orang-orang yang melaksanakan kewajiban dan kebaikan-kebaikan lainnya, meninggalkan perbuatan-perbuatan yang haram dan makruh, bahkan juga meninggalkan perbuatan yang mubah.”
Dalam Tafsir Al-Baghawi disebutkan, Mujahid, Al-Hasan, dan Qatadah menjelaskan:
  1. Zhalimun linafsihi (orang yang mendzalimi diri sendiri) adalah ash-habul masy’amah (golongan kiri).
  2. Muqtashid (pertengahan) adalah ash-habul maimanah (golongan kanan). 
  3. Sabiqun bilkhairat (lebih dahulu berbuat kebaikan) adalah al-muqarrabun
Pendapat dalam Tafsir Al-Baghawi itu berdasarkan QS Al-Waqi'ah:7-2 

وَكُنتُمْ أَزْوَاجاً ثَلَاثَةً ◌ فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ ◌ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ ◌ وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ ◌ وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ ◌ أُوْلَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ ◌ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ

“Dan kamu menjadi tiga golongan. Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Dan orang-orang yang beriman paling dahulu, Mereka Itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan.” (QS Al-Waqi’ah: 7-12)

Dalam hadits riwayat Imam Ahmad dari Abu Darda, Rasulullah saw. bersabda:
  1. Kelompok Saabiqun adalah mereka yang akan masuk janah (surga) dengan tanpa hisab. 
  2. Kelompok muqtashid adalah mereka yang akan dihisab dengan hisab yang ringan (hisaban yasiira). 
  3. Kelompok dhalimun adalah mereka yang mendapat rintangan sepanjang mahsyar, kemudian Allah menghapus kesalahannya karena rahmat-Nya.
Setelah diampuni Allah, kelompok zhalimun ini  berkata, "Dan mereka Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Rab kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (jannah) dari karunia-Nya; didalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu." (QS Fathir: 34--35). (HR Imam Ahmad).

Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, suatu ketika  Aisyah r.a. ditanya oleh Uqbah bin Shuhban al-Hinai tentang ayat di atas. Beliau menjawab, "Wahai anakku, mereka berada di janah. Adapun sabiq bil khairat adalah mereka yang telah berlalu pada masa Rasulullah saw., Rasulullah menjanjikan untuk mereka janah. Adapun muqtashid adalah mereka yang mengikuti jejaknya dari kalangan sahabatnya, sehingga bertemu dengan mereka. Adapun dhalim linafsih adalah seperti aku dan kalian?."

Komentar ibunda Aisyah r.a. yang mengelompokkan dirinya ke dalam dhalim linafsih, tentu sebuah ketawadhu'an, sebagaimana dinyatakan oleh Uqbah bin Shuhban. Menurutnya, Aisyah justru termasuk pemuka sabiq bil khairat. Namun, bagi kita tidak ada alasan untuk tidak menyatakan diri kita sebagai muqtashid apalagi sabiq bil khairat.

Tiga kelompok di atas memang akhirnya dinyatakan akan masuk janah, karena mereka adalah umat Muhammad Saw yang bertauhid. Namun, kelompok zhalim linafsih berada pada posisi terancam karena akan melewati proses hisab yang berat dan belum tentu mendapat ampunan dan rahmat Allah SWT.

Semoga kita termasuk kelompok Sabiqun bil Khairat, yaitu golongan kaum Muslim yang bersegera dalam kebaikan, melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya, juga menjalankan amalan-amalan sunah, dan menjauhi perbuatan makruh apalagi haram. Amin...! Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Orang Puasa Ramadhan Diberi Tujuh Jenis Pahala

Orang Puasa Ramadhan Diberi Tujuh Jenis Pahala
Ada Tujuh Jenis Pahala bagi yang Berpuasa Ramadhan dengan Iman dan Ikhlas. Apa Saja?
 
PUASA (shaum) Ramadhan sungguh mengandung berkah yang tak terhingga. Puasa satu-satunya ibadah yang hanya diketahui oleh Allah SWT dan diri sendiri.

Puasa pun untuk Allah dan Dia langsung yang memberikan pahala atau kebaikan bagi orang yang berpuasa.

Setidaknya ada tujuh pahala bagi orang berpuasa sebagaimana dijelaskan Rasulullah Saw:

1.  PENEBUS DOSA
“Shalat lima waktu, hari jumat dengan jumat yang lainnya dan antara Ramadhan dengan Ramadhan lainnya, adalah sebagai penebus dosa selama tidak berbuat dosa besar.” (HR. Muslim).

2.  PEMBERI SYAFAAT
“Puasa dan Al-Qur’an itu akan memberikan syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat nanti. Puasa akan berkata: “Wahai Tuhanku, saya telah menahannya dari makan dan nafsu syahwat di waktu siang, karenanya perkenankanlah aku untuk memberikan syafaat kepadanya”. Al-Qur’an berkata: “Saya telah melarangnya dari tidur di malam hari, karenanya perkenankan aku untuk memberi syafaat kepadanya. Beliau bersabda, ”Maka syafaat keduanya diperkenankan.” (HR. Ahmad).

3. DUA KEBAHAGIAAN
Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kesturi di hari kiamat. Dan bagi orang yang berpuasa itu mempunyai dua kegembiraan, yaitu ketika berbuka dan ketika berjumpa dengan Rabbnya, ia gembira dengan puasanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

4. PAHALA BESAR
“Abu Umamah Al-Bahili penah berkata: saya berkata: Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amalan yang Allah dapat memberikan manfaat kepadaku dengannya”. Maka Rasulullah saw. pun menjawab : “Hendaknya kamu berpuasa, karena puasa itu tidak ada tandingan (pahala)-nya.” (HR. Nasa’i).

5. JAUH DARI FITNAH
“Fitnah (ujian) seseorang dalam keluarga (istri), harta, anak, dan tetangganya dapat ditutupi dengan shalat, puasa, dan sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

6. PERISAI DIRI
“Puasa itu adalah perisai yang dapat melindungi diri seorang hamba dari api neraka.” (HR. Ahmad)

7.  PINTU KHUSUS KE SURGA
“Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat satu pintu yang diberi nama Ar-Rayyan. Dari pintu tersebut orang-orang yang berpuasa akan masuk di hari kiamat nanti dan tidak seorang pun yang masuk ke pintu tersebut kecuali orang-orang yang berpuasa. Dikatakan kepada mereka: “Di mana orang-orang yang berpuasa?”. Maka mereka pun masuk melaluinya. Dan apabila orang terakhir dari mereka telah masuk, maka pintu tersebut ditutup sehingga tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut. Barangsiapa yang masuk, maka ia akan minum minuman surga. Dan barangsiapa yang minum minuman surga, maka ia tidak akan haus selamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Selama Ramadhan, Allah SWT melipatgandakan pahala kebaikan hingga 10 kali lipat. Itulah sebabnya para ulama mengatakan, Ramadhan merupakan bulan bonus bagi umat Islam --bulan yang penuh berkah, ampunan, rahmat, dan kemuliaan (ramadhan karim).

Tujuh pahala bagi orang yang berpuasa Ramadhan di atas, tentu saja bagi mereka yang melaksanakan puasanya secara imanan wahtisaban --penuh keimanan dan keikhlasan.

Semoga kita termasuk yang mendapatkan ketujuh pahala puasa Ramadhan. Amin...! Wallahu a’lam. (http://www.risalahislam.com).*

Hal-Hal yang Membatalkan Puasa: Yang Sering Ditanyakan

puasa ramadhan
Hal-Hal yang Membatalkan Puasa. Bagaimana dengan menelan ludah, sikat gigi pake odol, mencicipi masakan, mimpi basah, apakah membatalkan puasa?

MENJELANG Ramadhan, sebaiknya kita membekali diri dengan ILMU RAMADHAN, khususnya seputar PUASA, mulai dari syarat puasa, rukun puasa, hal-hal yang membatalkan puasa, hingga apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat Puasa Ramadhan.

Jika umat Islam sudah membekali diri dengan ILMU RAMADHAN, maka ketika sudah memasuki Ramadhan, umat tidak lagi bertanya seputar puasa Ramadhan.

Para penceramah tarawih dan Subuh pun dapat fokus ke tema-tema selain Ramadhan, tidak lagi berkutat soal, misalnya Pahala Puasa dan sebagainya tentang Ramadhan.

Namun, setelah sekian tahun melaksanakan Puasa Ramadhan, masih ada umat yang bertanya seputar Ramadhan justru saat berada di Bulan Ramadhan.

Berikut ini hal-hal yang sering ditanyakan seputar Puasa Ramadhan. Biasanya muncul dari jamaah pengajian atau forum-forum konsultasi.

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA

Yang membatalkan puasa itu adalah
  1. Makan
  2. Minum
  3. Bersetubuh
  4. Sengaja Muntah
  5. Haid
  6. Nifas
  7. Keluar Mani Sengaja
  8. Gila
  9. Murtad

YANG SERING DITANYAKAN

Ini pertanyaan yang sering dikemukakan karena ketidaktahuan atau lupa --maklum Puasa Ramadhan ‘kan setahun sekali.

1. Apakah makan minum tidak sengaja --karena lupa membatalkan puasa? Jawabannya, TIDAK.

“Siapa yang lupa keadaannya sedang berpuasa, kemudian ia makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah-lah yang memberikan makanan dan minuman itu”. (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 1797 dan Muslim: 1952).

2. Apakah Menelan Ludah Membatalkan Puasa? Jawabannya, TIDAK.

"Dibolehkan untuk menelan benda-benda yang tidak mungkin bisa dihindari. Seperti menelan ludah, debu-debu jalanan, taburan tepung, atau dedak…” (Fiqh Sunnah, 1:342).

"Menelan ludah tidak membatalkan puasa, meskipun banyak atau sering dilakukan ketika di masjid dan tempat-tempat lainnya. Akan tetapi, jika berupa dahak yang kental maka sebaiknya tidak ditelan, tetapi diludahkan/dibuang" (Fatwa Lajnah Daimah, volume 10, hlm. 270).

Baca: Hukum Menelan Ludah Saat Puasa

3. Apakah Sikat Gigi Pake Odol Batal Pusa? Jawabannya, TIDAK, selama odolnya tidak ditelan.

“Melakukan seperti itu (sikat gigi dengan pasta) tidaklah mengapa, selama tetap menjaga sesuatu agar tidak tertelan di kerongkongan. Sebagaimana pula dibolehkan bersiwak bagi orang yang berpuasa baik di pagi hari atau sore harinya.” (Fatwa Ramadhan, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz).

Baca: Hukum Sikat Gigi Saat Puasa

4. Benarkah Tidur Siang Hari Saat Puasa Tramadhan Itu Ibadah?

Jawabannya, hadits yang artinya “Tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah..” adalah Hadits Dhoif bahkan Palsu (Silsilah Adh-Dhaifah, Fatwa Islam). Baca Selengkapnya

5. Apakah Mimpi Basah Membatalkan Puasa? Jawabannya, TIDAK.

Karena mimpi basah itu tidak disengaja. Tapi, kalau “basahnya” itu disengaja dengan mengikuti syahwat, maka puasanya batal.

“Orang yang berpuasa itu meninggalkan syahwat, makan dan minumnya.” (HR. Bukhari no. 7492).

6. Apakah Niat Puasa Harus Dilafalkan, sebagaimana dilakukan setelah Shalat Tarawih?

Jawabannya, TIDAK HARUS, juga tidak ada larangana alias boleh. Karena, niat itu amalan hati (’amaliyah qolbiyah).

Niat yang sesungguhnya itu ada atau muncul dalam hati dan hanya diketahui oleh diri sendiri dan Allah SWT. Meskipun melafalkan niat, Nawaitu Shouma Ghodin, namun hatinya tidak berniat, maka itu bukan niat sebagaimana syarat sah puasa --niat puasa pada malam hari sebelum masuk waktu Subuh.

Selengkapnya Soal Niat Puasa

7. Apakah di Waktu Imsak Masih Boleh Makan Minum?

Jawabannya: BOLEH. Waktu Imsak itu 10 menit sebelum waktu Subuh. Awal puasa itu dimulai saat masuk waktu Sholat Subuh. Imsak hanya untuk kehati-hatian atau jaga-jaga, jangan sampai “bablas”.

“Makan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu terbit fajar.” (QS. Al-Baqarah: 187).

‘Makan dan minumlah kalian, sampai Ibnu Ummi Maktum beradzan, karena tidaklah dia mengumandangkan azan kecuali setelah terbit fajar.” (H.R. Bukhari, no. 1919 dan Muslim, no.1092).

Baca: Waktu Imsak yang Sebenarnya

8. Tidak Sahur, Apakah Sah Puasanya? Jawabannya: Sah. Baca Penjelasannya.
9. Apakah Berkumur-Kumur Saat Wudhu Membatalkan Puasa? Jawabannya: Tidak. Penjelasan.

10. Apakah mencicipi makanan/masakan membatalkan puasa?

Jawabannya: Tidak.

Tidak mengapa seseorang yang sedang berpuasa mencicipi cuka atau sesuatu, selama tidak masuk sampai ke kerongkongan.” (HR. Ibnu Abi Syaibah).

“Mencicipi makanan terlarang bagi orang yang tidak memiliki hajat, akan tetapi hal ini tidak membatalkan puasanya. Adapun untuk orang yang memiliki hajat, maka hukumnya seperti berkumur-kumur.” (Majmu’ Fatawa).

Selengkapnya Soal Mencicipi Makanan.

Demikian hal-hal yang membatalkan puasa dan yang sering ditanyakan seputar kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat puasa. Selamat menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan. Semoga berkah dan maqbul. Amin...! Wasalam. (www.risalahislam.com).*