Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi

Perayaan Malam Tahun Baru Masehi: Ritual untuk Dewa Janus
Hukum Menyambut, Memperingati, atau Merayakan Tahun Baru Masehi menurut Islam.

PARA ulama berbeda pendapat tentang hukum merayakan Tahun Baru Masehi, yakni malam 1 Januari.

Dari berbagai literatur kita bisa jumpai dua pendapat utama: mengharamkan dan membolehkan.

Pendapat yang mengharamkan menggunakan dalil tidak bolehnya menyerupai kaum kafir (nonmuslim) karena perayaan malam tahun baru masehi adalah perayaannya kaum Kristen.

Bagi umat Kristen, perayaan tahun baru merupakan "satu paket" dengan malam tahun baru. Itulah sebabnya, ucapan mereka adalah "Selamat Natal & Tahun Baru" (Merry Christmas & Happy New Year).

Rasulullah Saw bersada dalam hadits yang sangat masyhur: “Siapa yang menyerupai pekerjaan suatu kaum (agama tertentu), maka dia termasuk bagian dari mereka.”
Pendapat di atas adalah pendapat paling kuat di kalangan ulama Islam. Tidak heran jika Pemerintah Kota Banda Aceh melarang perayaan tahun baru Masehi, bahkan jika berupa dzikir sekalipun.

Seperti diberitakan merdeka.com, Pemkot Banda Aceh melarang warga Muslim merayakan tahun baru 1 Januari 2015 Masehi, meskipun perayaan itu dibungkus dengan nuansa Islam seperti dzikir, tausiyah, maupun pengajian.

"Merayakan tahun baru Masehi itu bukan budaya Islam, itu budaya dan ritual non-muslim, makanya telah diambil kebijakan melarang melakukan perayaan dalam bentuk apapun, termasuk zikir, tausiah maupun mengaji,” kata Zahrul Fajri, Kamis (27/11).

Jikapun kaum Muslim mengadakan pengajian/dzikir yang "kebetulan" pada malam tahun baru Masehi, maka tidak boleh dikaitkan atau dihubungkan dengan tahun baru masehi.

Dewan Fatwa Ulama Arab Saudi, Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta (Komite Permanen untuk Penelitian Islam dan Fatwa) yang diketuai Syaikh 'Abdul-'Aziz bin 'Abdullaah bin Muhammad aalus-Syaikh, termasuk terdepan dalam mengharamkan perayaan tahun baru masehi.

Berikut ini petikan fatwanya:

"Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani menyertakan atas millennium ini berbagai kejelekan, penderitaan, harapan-harapan, dengan begitu yakin akan terealisasinya hal itu atau paling tidak kearahnya, karena menurut anggapan mereka hal ini telah melalui riset dan penelitian. 

Demikian pula, mereka mengkaitkan sebagian permasalahan doktrin mereka dengan momentum ini dengan anggapan bahwa hal itu berasal dari ajaran kitab-kitab mereka yang sudah dirubah. 

Maka, wajib bagi seorang Muslim untuk tidak tertarik kepada hal itu dan tergoda olehnya bahkan seharusnya muslimin merasa cukup dengan Kitab - Rabbnya Ta'ala - dan Sunnah NabiNya (Shallallahu 'alaihi wasallam) dan tidak memerlukan lagi selain keduanya. Sedangkan teori-teori dan spekulasi-spekulasi dan pernyataan atau opini yang bertentangan dengan keduanya tidak lebih hanya kepalsuan belaka."

Momentum ini (yakni perayaan tahun baru Masehi) dan semisalnya, tidak lepas dari pen-campur-adukan antara al-haq dan al-bathil, propaganda kepada kekufuran, kesesatan, tidak bermoral dan kemurtadan yang merupakan manifestasi dari kesesatan menurut syari'at Islam. 

Banyak sekali dalil-dalil dari al Kitab dan as-Sunnah, serta atsar-atsar yang shahih (dari Sahabat dan lainnya), yang melarang untuk menyerupai orang-orang kafir, di dalam hal yang menjadi ciri dan kekhususan mereka. 

Diantara hal itu adalah menyerupai mereka dalam festival hari-hari besar dan pesta-pesta mereka. Hari besar maknanya (secara terminologis) adalah sebutan bagi sesuatu, termasuk didalamnya setiap hari yang datang kembali dan berulang, yang dirayakan oleh orang-orang kafir. Atau sebutan bagi tempat orang-orang kafir dalam menyelenggarakan perkumpulan keagamaan."

Dalam hadits shahih riwayat Anas bin Malik, saat Rasulullah (Shallallahu 'alaihi wa sallam) datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar atau 'Ied untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, "Dua hari untuk apa ini ?". Mereka menjawab, "Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa Jahiliyyah". Lantas beliau bersabda (yang artinya) : “Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya : Iedul Adha dan Iedul Fithri" (HR Al-Baihaqi dalam as-Sunanul Kubra).

Pendapat yang Menghalalkan Perayaan Tahun Baru Masehi
Namun, ada juga ulama yang membolehkan umat Islam turut merayakan tahun baru masehi, dengan syarat:
  1. Tidak menyerupai kaum Kristen dalam perayaannya 
  2. Tidak diniatkan mengikuti ritual orang Kristen.
Penelusuran Risalah Islam, ulama yang membolehkan perayaan tahun baru masehi ini tidak melembaga. Artinya, hanya pendapat pribadi. Ini berbeda dengan ulama yang mengharamkan yang tergabung dalam lembaga resmi seperti Lajnah Daimah Arab Saudi itu.

Lagi pula, secara logika, untuk apa umat Islam merayakan tahun baru masehi itu? Sejarah apa yang kita peringati dan kita gali hikmahnya? Tidak ada. Hanya orang Kristen yang melakukannya karena memang tahun baru masehi itu tahunnya mereka. Umat Islam hanya perlu menghormati keyakinan mereka, tidak mengganggunya.

Tahun baru Islam sudah jelas: 1 Muharram (Tahun Hijriyah). Hari Raya Umat Islam juga sudah jelas: Idul Fitri dan Idul Adha.

Demikian ulasan ringkas tentang Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi. Semoga bermanfaat. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Perayaan Malam Tahun Baru Masehi: Ritual untuk Dewa Janus

Perayaan Malam Tahun Baru Masehi: Ritual untuk Dewa Janus
Perayaan Malam Tahun Baru Masehi adalah Ritual Kaum Non-Muslim untuk Dewa Janus.

TIAP pergantian tahun Masehi, selalu ada acara perayaan tahun baru di kalangan masyarakat.

Namun, tidak banyak yang tahu, perayaan Tahun Baru Masehi tiap tanggal 1 Januari itu adalah ritual bangsa Romawi kuno untuk menyembah Dewa Janus atau January (nama dewa yang dijadikan nama bulan pertama kalender Masehi --Januari).

Umat Islam jelas wajib menghindari perayaan tahun baru Masehi jika tidak ingin dinilai ikut-ikutan menyembah Dewa Janus seperti bangsa Romawi itu.

Menurut catatan sejarah, orang-orang Romawi mendedikasikan hari perayaan Tahun Baru kepada Janus, dewa segala pintu gerbang.

Tradisi meniup terompet yang menjadi ciri khas malam tahun baru pada mulanya merupakan cara orang-orang kuno untuk mengusir setan.

Menurut English Wikipedia, The Romans dedicated New Year’s Day to Janus, the god of gates, doors, and beginnings for whom the first month of the year (January) is also named. After Julius Caesar reformed the calendar in 46 BC and was subsequently murdered, the Roman Senate voted to deify him on the 1st January 42 BC [1] in honor of his life and his institution of the new rationalized calendar [2]. The month originally owes its name to the deity Janus, who had two faces, one looking forward and the other looking backward. This suggests that New Year’s celebrations are founded on pagan traditions.”

[1] Warrior, Valerie M. (2006). Roman Religion. Cambridge University Press. p. 110. ISBN 0-521-82511-3
[2] Courtney, G. Et tu Judas, then fall Jesus (iUniverse, Inc 1992), p. 50.

“Orang-orang Romawi mendedikasikan hari perayaan Tahun Baru kepada Janus, dia adalah dewa segala pintu gerbang, pintu-pintu dan permulaan waktu yang mana namanya juga adalah nama dari bulan pertama dalam setahun, Januari. Setelah Julius Caesar menyusun sistem kalendar (Masehi) pada 46 BC dan ia dibunuh setelah itu, anggota Senat Romawi memutuskan untuk meresmikannya pada 1 Januari 42 BC untuk mengenang hidup Julius Caesar dan menghormati penyusunannya terhadap sistem kalender baru yang rasional. Bulan pertama didedikasikan pada nama dewa Janus yang mempunyai 2 wajah, 1 menghadap ke depan (mengindikasikan masa depan, pent) dan 1 menghadap ke belakang (mengindikasikan masa lalu, pent). Ini mengindikasikan perayaan Tahun Baru didirikan atas dasar kepercayaan pagan.”

Umat Islam jelas wajib menghindari perayaan tahun baru Masehi jika tidak ingin dinilai ikut-ikutan menyembah Dewa Janus seperti bangsa Romawi itu. 

Baca juga: Tasyabuh dan Ritual Malam Tahun Baru

Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang meniru suatu kaum maka dia termasuk dari mereka.” (HR. Abu Daud yang dishahihkan oleh Ibnu Hibban).

Apakah Anda turut merayakan  malam tahun baru Masehi? Anda yang Muslim, semoga tidak. Amin...! Wallahu a'lam bish-shawabi. (http://www.risalahislam.com).*

MUI Fatwa Haram Umat Islam Pakai Atribut Natal

MUI Fatwa Haram Umat Islam Pakai Atribut Natal
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram mengenai penggunaan atribut non-Muslim seperti artibut Natal.

Dalam fatwa nomor 56 tahun 2016, MUI menegaskan, penggunaan atribut termasuk perintah/instruksi dan ajakan untuk menggunakan atribut keagamaan non-Muslim dikategorikan haram.

Fatwa MUI soal atribut non-Muslim ini dikeluarkan Rabu, 14 Desember 2016. Fatwa terbaru MUI ini ditandatangani Ketua Komisi Fatwa Hasanuddin AF dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat Asrorun Ni'am Sholeh.

Fatwa baru MUI Pusat tersebut dikeluarkan atas berkembangnya fenomena banyaknya umat Muslim yang diminta menggunakan atribut dan simbol keagamaan non-Muslim pada saat hari besar agama non-Islam.

"Simbol keagamaan non-Muslim berdampak pada siar keagamaan mereka," demikian alasan yang tertuang dalam fatwa tersebut sebagaimana dirilis situs resmi MUI.

Dalam fatwa tersebut, MUI Pusat juga meminta umat Islam tidak mencampuradukkan antara akidah dan ibadah Islam dengan keyakinan agama lain. Umat Islam diminta untuk menghargai kebebasan non-Muslim dalam menjalankan ibadah.

"MUI Pusat juga meminta umat Islam tidak memproduksi dan memperjualbelikan atribut keagamaan non-Muslim," bunyi salah satu rekomendasi dalam fatwa tersebut.

Di akhir rekomendasi, MUI Pusat meminta pemerintah mencegah dan menindak perusahaan yang mengajak hingga memaksa karyawan Muslim menggunakan atribut non-Muslim.

Menggunakan atribut Natal masuk dalam kategori merayakan Natal bersama yang sebelumnya juga sudah difatwakan MUI:  Mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram.

Merayakan natal bersama dan menggunakan atribut Natal bertentangan dengan QS Al-Kafirun:1-6 dan QS Al-Baqarah:42.

QS Al-Kafirun:1-6


Meski demikian, ajaran Islam menegaskan, kaum Muslim harus menghargai agama dan umat non-Muslim, sebagaimana kaum Muslim tidak dilarang berbuat baik dan berlaku adil kepada kaum kafir yang tidak memerangi/memusuhi Islam dan kaum Muslim.


“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari  negerimu. Sesungguhnya  Allah
menyukai orang-orang yang berlaku  adil.”
(QS Mumtahanah:8).

Dengan demikian, umat Islam diharamkan menggunakan atribut natal dan natal bersama bukan berarti intoleran, melainkan demikianlah sikap dasar kaum Muslim kepada non-Muslim, bahwa  umat Islam tidak menyembah Tuhan yang disembah umat lain, sebagaimana umat lain tidak menyembah Tuhan yang disembah kaum Muslim --Allah SWT. (QS Al-Kafirun:1-6).

Dalam urusan akidah, umat Islam harus tegas, tanpa merusak hubungan sosial atau hubungan persaudaraan sesama manusia (hablum minannas).

Soal hukum mengucapkan selamat Natal, terjadi kontroversi atau perbedaan pendapat, namun mayoritas ulama juga melarangnya, karena mengucapkan selamat natal berarti membenarkan keyakinan umat Kristen yang bertentangan dengan akidah kaum Muslim.

Baca: Hukum Merayakan & Mengucapkan Selamat Natal bagi Umat Islam

Sekali lagi, umat Islam MENGHORMATI keyakinan dan ibadah umat non-Muslim, namun bukan untuk ikut serta beribadah dan merayakan hari besar mereka. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Download Kalender 2017 Berlatar Foto Aksi Bela Islam Super Damai 212

Download Kalender 2017 Masehi & Hijriyah Berlatar Foto Fenomenal Aksi Bela Islam 212

AKSI Bela Islam Jilid III bertajuk Aksi 212 atau Aksi Super Damai, Jumat 2 Desember 2016, merupakan sejarah baru umat Islam Indonesia bahkan dunia.

Download Kalender 2017 Berlatar Foto Fenomenal Aksi 212


Aksi yang benar-benar damai itu menggetarkan hati kaum Muslimin yang terlibat maupun yang hanya melihat. Shalat Jumat terbesar terjadi di Monas & Bundaran HI Jakarta.

Mungkin juga aksi sedekah serentak terbesar terjadi dalam Aksi 212 dengan banyaknya umat Islam yang mendukung dana, makanan, minuman, sajadah, dan sumbangan tenaga serta pikiran.

Mengabadikan Aksi 212 yang fenomenal itu, saudara seiman kita mendesain Kalender 2017 M/1438 H dan membagikannya di Facebook.

Berikut ini link download file Pdf Kalender 2017 Berlatar Foto Fenomenal Aksi 212 seperti gambar di atas:


Kalender 2017 Berlatar Aksi 212 Lainnya:

Download Kalender 2017 Berlatar Foto Aksi Bela Islam Super Damai 212


DOWNLOAD

Silakan share (bagikan) link Download Kalender 2017 Berlatar Foto Aksi Bela Islam Super Damai 212 ini. Semoga dicatat Allah SWT sebagai amal kebaikan. Amin...! (www.risalahislam.com).*