Pemerintah Wacanakan Sertifikasi Khatib Jumat

Pemerintah Wacanakan Sertifikasi Khatib Jumat
Mengapa Sertifikasi Khotib Jumat? Apa syarat khatib dan rukun khotbah Umat?

PEMERINTAH melalui Kementerian Agama mengemukakan rencana sertifikasi khatib penceramah shalat Jumat.

Menurut Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, alasan sertifikasi khotib itu karena ada kecenderungan sejumlah khatib memicu perpecahan umat Islam.

Diberitakan Antara, rencana sertifikasi khatib itu merupakan aspirasi masyarakat. Pemerintah akan memberikan wewenang standarisasi khatib kepada para ulama yang ada di organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam.

Menurut Menag, sertifikasi khatib dilakukan agar substansi (isi) khutbah Jumat mencakup banyak hal sesuai dengan rukun khutbah, seperti mengajak jamaah untuk meningkatkan ketaqwaannya, memberi nasihat dan mengajak kepada kebaikan. 

“Itu bukan domain kami, itu domain ormas. Sertifikasi itu bukan ide murni saya malah justru mereka yang meminta adanya penataan dan pembinaan,” katanya.

Menanggapi rencana sertifikasi khatib Salat Jumat itu, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah, Mora Harahap, menilainya sebagai hal yang kurang tepat dari sisi waktu. 

Dalam keterangan tertulisnya kepada Rakyat Merdeka, Selasa (31/1/2017), ia menilai jika sertifikasi khatib itu dipaksakan akan menuai kontroverisi di publik dan meresahkan umat Islam.

"Umat Islam hari ini sedang menghadapi tantangan dakwah yang cukup besar. Jika Kementeian Agama melakukan kebijakan ini, maka hanya akan menjadi wacana yang kontroversial dan sangat sensitif di kalangan umat karena memunculkan anggapan ada yang salah (dalam dakwah) selama ini," jelasnya.

Mora bahkan menilai alasan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang ingin menyamakan khatib Salat Jumat dengan pastor, biksu, dan pendeta yang memiliki standarisasi sebagai hal yang dipaksakan.

Pasalnya, khatib Salat Jum'at dalam Islam sudah memiliki syarat-syarat tertentu yang sudah diatur. "Jadi tidak sembarangan orang juga bisa menjadi khatib Jumat," tegasnya.

Syarat Khatib Jumat

Wacana sertifikasi khatib merupakan campur-tangan pemerintah terhadap umat Islam dalam urusan ibadah. Khotbah Jumat merupakan bagian dari prosesi shalat Jumat sehingga merupakan bagian dari iabadah mahdhah kaum Muslim.

Isu sertifikasi memunculkan kecurigaan pemerintah hendak mengendalikan semua aspek kehidupan umat Islam agar tidak "mengganggu" rezim penguasa.

Risalah Islam sudah jelas dan tegas mengatur syarat, kompetensi, atau kualifikasi khatib sehingga tak perlu lagi sertifikasi. 

Berdasarkan Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dan Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq, syarat menjadi khotib Jumat a.l. pria Muslim dewasa (baligh), memahami syarat & rukun khotbah, durasi khotbahnya ringkas (tidak lama), serta bersemangat dalam penyampaian khotbah.

Khutbah Jumat hendaknya disampaikan secara ringkas dan padat, agar jamaah tidak merasa bosan, benci terhadap ilmu, dan tidak mau mendengar kebaikan. 

Rasulullah Saw selalu menjaga agar para sahabat tidak sampai merasa bosan dan jemu, seperti dinukil dalam kitab Shahihain (Sahih Al-Bukhari dan Sahih Muslim) dari Ibnu Mas’ud.

Imam Az-Zuhri berkata, “Apabila sebuah majelis terlalu panjang, maka setan akan mengambil bagian di dalamnya.”

Orang yang menjadi khatib Jumat juga harus mempunyai semangat, sebagaimana biasa dilaksanakan oleh Rasulullah Saw.

Jabir bin Abdullah menyampaikan bahwa Rasulullah saw jika berkhotbah, kedua matanya memerah, suaranya keras, dan semangatnya bangkit bagaikan seorang komandan perang yang mengatakan akan datangnya musuh di pagi hari atau sore hari (HR Muslim, Nasa’i, Abu Daud, dan Ahmad)

Rukun Khutbah Jum’at

1. Hamdalah (الحمد لله رب العالمين)

عن جابر رضى الله ان النبي صلى الله عليه وسلم خطب يوم الجمعة فحمد الله واثنى عليه

"Dari Jabir RA sesungguhnya Rasulullah SAW membaca khutbah hari jumat, lalu beliau memuji Allah dan menyanjung-Nya."

2. Shalawat kepada Nabi Muhammad Saw (اللهم صلى على سيدنا محمد)

3. Membaca Syahadatain (اشهد ان لا اله الا الله واشهد ان محمدا رسول الله)

عن ابى هريرة رضى الله ان النبى صلى الله علىه وسلم قال : قال الله تعالى : وجعلت امتك لا يجوز لهم خطبة حتى يشهدواانك عبدى ورسولى

"Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi Saw bersabda: Allah berfirman: Aku telah menjadikan umatku tidak sah melaksanakan khutbah hingga bersaksi bahwa engkau hamba-Ku dan rasul-Ku (HR Baihaqi)

4. Wasiat Takwa (اتقوا الله) atau pesan-pesan ketakwaan dengan mengulas ringkas sebuah tema yang memotivasi jamaah untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.

Baca Juga: Makna Wasiat Takwa Khotbah Jumat

5. Membaca ayat Al-Quran pada salah satu khotbah.

عن جابر بن سمرة ان النبى صلى الله عليه وسلم كان فى الخطبة يقرأ ايات من القران يذكرالناس

"Jabir bin Samurah, bahwasanya Nabi SAW telah biasa membaca Al-Quran didalam khutbah jumat untuk mengingatkan orang" (HR Abu Dawud).

6. Doa untuk kaum Muslim di khutbah kedua (اللهم اغفرللمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات)

عن سمرة بن جندب ان النبى صلى الله علىه وسلم كان يستغفر للمؤمنىن والمؤمنات فى كل جمعة

"Dari Samurah bin Jundab RA bahwasanya Nabi Muhammad memintakan ampun bagi mukminin dan mukminat pada setiap shalat jumat."

Dalam kitab I’anatut Thaalibin dijelaskan, doa bagi kaum Muslim juga dianggap cukup (sah) dengan doa ringkas berupa lafadz “Rahimakumullah” (Semoga Allah senantiasa memberi kalian rahmat).

Demikian wacana sertifikasi khatib Jumat dikaitkan dengan syarat khotib dan rukun khotbah Jumat. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Baca Juga:
1. Syarat Khotib dan Rukun Khotbah Jumat
2.  Kenapa Khotbah Jumat Suka Lama?

Tafsir QS Ali Imran:120 Menjelaskan Kondisi Umat Islam Saat Ini

Kaum Kafir dan Munafik Iri Melihat Umat Islam Bersatu. Kondisi saat ini seperti digambarkan dalam Tafsir QS Ali Imran:120.

Kaum kafir dan munafiqin, dengan motor "terduga" kaum komunis yang berusaha bangkit di Indonesia, kian berani dan terang-terangan menyerang dan memfitnah kaum Muslim dengan segala cara, untuk melemahkan kaum Muslim dan memadamkan cahaya Islam di negeri ini.

Didukung kekuatan politik dan ekonomi yang kini berkuasa, mereka terus berusaha melemahkan kaum Muslim dan menodai Islam.

Namun, menurut Allah SWT dalam QS. Ali Imran:120, tipu-daya mereka akan sia-sia selama umat Islam bersabar dan bertakwa --sabar dalam pengertian teguh pendirian, berjuang melawan serangan, dan tak goyah dengan akidah Islam.

TAFSIR DEPAG RI : QS 003 - AL IMRAN-120

إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
"Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan." (QS. Ali Imran/3:120).

Ayat ini menggambarkan jahatnya hati orang-orang kafir dan hebatnya sifat-dengki (iri) yang bersemi dalam dada mereka.

إن تمسسكم حسنة تسؤهم وإن تصبكم سيئة يفرحوا بها

"Jika kamu memperoleh kebaikan niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana mereka bergembira karenanya"  (Q.S Ali Imran: 120).

Berkata Qatadah dalam menjelaskan firman Allah ini sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Jarir:

"Apabila orang-orang kafir itu melihat persatuan yang kokoh di kalangan kaum muslimin dan mereka memperoleh kemenangan atas musuh-musuh Islam, mereka merasa dengki dan marah. Tetapi bila terdapat perpecahan dan perselisihan di kalangan kaum muslimin dan mereka mendapat kelemahan dalam suatu pertempuran, mereka merasa senang dan bahagia. Memang sudah menjadi sunatullah baik pada masa dahulu sampai masa sekarang maupun pada masa yang akan datang sampai hari kiamat, bila timbul di kalangan orang kafir seorang cendekiawan sebagai penantang agama Islam, Allah tetap akan membukakan kebohongannya. melumpuhkan hujahnya dan memperlihatkan cela dan `aibnya".

Karena itu Allah memerintahkan kepada umat Islam dalam menghadapi kelicikan dan niat jahat kaum kafir itu agar selalu bersifat sabar dan takwa serta penuh tawakal kepada Nya. Dengan demikian kelicikan mereka itu tidak akan membahayakan sedikitpun. Allah Maha Mengetahui segala tindak tanduk mereka.

Demikian tafsir QS Ali Imran:120 menurut Tafsir Depag RI. 

Dalam Tafsir Ibnu Katsir juga disebutkan, ayat tersebut menggambarkan kerasnya permusuhan mereka (kaum kafir dan munafik) terhadap kaum mukmin. 

Jika kaum mukmin mendapat kemakmuran, kemenangan, dukungan, dan bertambah banyak bilangannya serta para penolongnya berjaya, maka hal tersebut membuat susah hati orang-orang munafik. 

Tetapi jika kaum Muslim tertimpa paceklik atau dikalahkan oleh musuh-musuhnya, hal ini merupakan hikmah dari Allah SWT. Seperti yang terjadi dalam Perang Uhud, orang-orang munafik merasa gembira akan hal tersebut.

"Jika kalian bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepada kalian" (Ali Imran: 120)"

Allah Swt. memberikan petunjuk kepada kaum mukmin jalan keselamatan dari kejahatan orang-orang yang jahat dan tipu muslihat orang-orang yang zalim, yaitu dengan cara bersabar dan bertakwa serta bertawakal kepada Allah Yang Maha Meliputi musuh-musuh mereka. 

Maka tidak ada daya dan tidak ada upaya bagi kaum mukmin kecuali dengan pertolongan Allah. Karena Allah-Iah semua apa yang dikehendaki-Nya terjadi, sedangkan semua yang tidak dikehendaki-Nya niscaya tidak akan terjadi. 

Tiada sesuatu pun yang lahir dalam alam wujud ini kecuali berdasarkan takdir dan kehendak Allah Swt. Barang siapa bertawakal kepada-Nya, niscaya Dia memberinya kecukupan.

Kemudian Allah Swt. menyebutkan kisah Perang Uhud dan segala sesuatu yang terjadi di dalamnya sebagai ujian buat hamba-hamba-Nya yang mukmin, sekaligus untuk membedakan antara orang-orang yang mukmin dengan orang-orang munafik, dan keterangan mengenai kepahitan yang dialami oleh orang-orang yang bersabar.

Demikianlah ayat Al-Quran selalu menjelaskan fenomena kekinian dan akhir zaman, sebagai pedoman bagi kaum Muslim dalam menjalani kehidupan dalam situasi-kondisi bagaimanapun. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Qailulah - Tidur Siang Menurut Islam

Qailulah - Tidur Siang Menurut Islam
Islam melarang umatnya tidur setelah Subuh dan setelah Ashar. Tidur siang sejenak sebelum dan setelah Dhuhur dianjurkan.

TIDUR siang atau tidur di siang hari menurut para ahli merupakan relaksasi tubuh dari aktivitas yang dikerjakan dan untuk menenangkan saraf-saraf yang tegang.

Menurut Sara C. Mednick, PhD, tidur siang dapat meningkatkan persepsi sensorik, sama efektifnya seperti tidur malam.

Manfaat tidur siang juga meningkatkan kreativitas dengan memberikan berbagai ide baru dan membuka wawasan yang ada di otak Anda. (Sumber)

Tidur siang dapat menjadi salah satu cara mengatasi masalah kekurangan waktu tidur yang banyak dialami oleh orang yang sibuk bekerja. Menurut Sara C. Mednick, Anda yang mengalami masalah kurang tidur akan sangat terbantu dengan hal ini.

Bagaimana perspektif Islam tentang tidur siang? 


Konsep dasar Risalah Islam tentang tidur adalah malam untuk istirahat (tidur) dan siang untuk bekerja mencari nafkah, sebagaiman dijelaskan dalam Al-Quran:

Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan” (QS. An-Naba:11).

Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya” (QS. QS. Al-Qashash : 73)

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan”. (QS. A-Ruum:23).

Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu mencari karunia Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar.” (QS. Yunus ayat 67).


Meski demikian, Islam tidak melarang tidur siang secara mutlak. Dalam Islam ada beberapa konsep yang mengatur aktivitas tidur siang, yakni Qailulah, Hailulah, dan Ailulah.

Qailullah Tidur Sejenak di Siang Hari

Qailulah (القيلولة) yaitu tidur sebentar pada pertengahan siang hari, sekitar 20-30 menit sebelum waktu shalat Dhuhur.

Dalam Kamus Lisanul Arab dijelaskan makna qailulah secara bahasa,
القيلولة نومة نصف النهار
“Qailulah adalah tidur pada pertengahan siang”

Rasulullah Saw menganjurkan umatnya tidur siang hari agar pada malam harinya (tengah malam) bisa bangun untuk menunaikan ibadah shalat  malam (shalat tahajud).

“Tidur sejenaklah kamu sekalian di siang hari, karena sesungguhnya setan tidak tidur siang sejenak”. (HR. Abu Nu’aim dari Anas r.a.)

Dalam sebuah riwayat, pada musim dingin, Rasulullah Saw tidur setelah Dhuhur, sedangkan saat musim panas Rasulullah tidur sebelum Dhuhur.

Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menulis: “Hendaklah seseorang tidak meninggalkan tidur yang sekejap pada siang hari karena ia membantu ibadah pada malam hari.”

Menurut Al-Ghazali, qailulah yang paling baik adalah sebelum Dhuhur. Sebagian sahabat Nabi ada juga yang melaksanakan qailulah setelah Dhuhur.

Dalam riwayat Imam Bukhari, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengatakan: “Kami bersegera datang ke masjid untuk menanti pelaksanaan shalat Jum’at dan kami qailulah setelah shalat Jum’at.”

Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah mendokumentasikan kebiasaan qailulah para sahabat. Terdapat sebuah hadits dari Ibnu Umar, beliau berkata:

“Kami (para sahabat) pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam suka tidur di masjid, kami tidur qailulah di dalamnya, dan kami pada waktu itu masih muda-muda.

Tidur Siang yang Dilarang: Hailulah dan Ailulah


Dalam Islam ada waktu-waktu tertentu yang dilarang tidur, yakni disebut Hailulah dan Ailulah.

Hailulah ialah tidur sehabis salat Subuh. Tidur jenis ini dilarang karena dapat menghalangi kita dari rezeki yang Allah turunkan pada pagi hari. 

"Apabila kamu telah selesai sholat Subuh janganlah kamu tidur tanpa mencari rezeki." (HR. Thabrani)

Ailulah ialah tidur yang dilakukan setelah melaksanakan Shalat Ashar. Tidur jenis ini dapat memicu berbagai penyakit, di antaranya sesak napas, gelisah, dan murung.

Selain itu, tidur setelah Ashar juga menyebabkan jam biologis kita terganggu serta memungkinkan terlewatnya waktu Shalat Magrib. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com, dari berbagai sumber).*

Manifesto Cyber Muslim: Jalan Dakwah dan Jihad di Media Internet

Manifesto Cyber Muslim
Manifesto Cyber Muslim: Jalan Dakwah dan Jihad di Media Internet.

Internet sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Pergaulan di dunia maya bahkan lebih luas dan "heboh" dibandingkan dunia nyata.

Akhir-akhir ini terjadi semacam "ketegangan ideologis" antara dua kubu, kanan dan kiri, di negeri ini. Riak-riak kecil berupa bentrokan fisik antara dua kubu sudah kerap terjadi. Perang kata-kata, perang opini, bahkan perang hoax terjadi di media sosial dalam kondisi "panas".

Guna menyikapi kondisi negeri yang kian panas ini, Majelis Al Kauny Jakarta yang meluncurkan Komunitas Hafizh On The Street menggelar Kajian Bulanan bertema Cyber Muslim, Sabtu (21/1/2017), Pkl. 09.00-12.00 WIB, di Masjia At-Tin TMMI Jakarta.

Kajian bulanan diisi dengan peluncuran buku Cahaya di Langit Jakarta karya Pipiet Senja dan kajian tentang Cyber Muslim oleh praktisi media dari Bandung, Asep Syamsul M. Romli aka Kang Romel.

Dalam kesempatan itu, menurut informasi dari panitia, akan disampaikan Manifesto Cyber Muslim yang digagas Kang Romel yang intinya internet sebagai media dakwah dan jihad yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin oleh umat Islam.

Berikut ini isi draft Manifesto Cyber Muslim sebagaimana didapatkan admin Risalah Islam dari panitia acara.

Manifesto Cyber Muslim


1. Literasi Media

Setiap Muslim wajib menguasai teknologi komunikasi dan informasi internet, melek media online, selektif dan kritis dan menerima informasi di internet, serta memiliki situs web pribadi (blog) dan akun media sosial untuk kepentingan dakwah dan menegakan citra positif Islam dan kaum Muslim.

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka (musuh-musuh Islam) kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu.“(QS Al-Anfal:60).

2. Bela Islam

Setiap Muslim wajib membela agama Allah SWT jika kaum anti-Islam terus berusaha menyerang atau memburukkan Islam dan kaum Muslim melalui media internet.

"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup." (QS. Al-Baqarah: 217).

"Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai." (QS. Al-Taubah: 32).

Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,(QS. 22:39).

"Mengapa kamu tidak memerangi, orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras untuk mengusir Rasul, dan mereka yang pertama kali memulai memerangi kamu. Mengapa kamu takut kepada mereka, padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang-orang beriman." – (QS.9:13)

"Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman." (Q.S. At-Taubah:13-14)

Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana `Isa ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?” Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: “Kamilah penolong-penolong agama Allah”. (As-Shaff:14)

“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad : 7)

“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa,” (QS. Al Hajj : 40)


3. Dakwah Islam

Internet merupakan media dakwah. Dakwah Islam merupakan kewajiban setiap Muslim. Umat Islam wajib saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat. (QS. Ali Imran:104-105).

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS. Fushshilat:33).

4. Prinsip Komunikasi Islam

Dalam berdakwah di internet atau media online, update status, menulis konten website, kaum Muslim berpedoman kepada prinsip komunikasi Islam, yakni
  1. Qaulan Sadida (QS. An-Nisa:9 --perkataan yang benar, faktual, tidak dusta, bukan hoax;
  2. Qaulan Baligha (QS. An-Nisa’: 63) – efektif, lugas, dan berdampak
  3. Qaulan Ma’rufa (QS Al-Baqarah: 235; QS. An- Nisa’: 5& 8; QS. Al-Ahzab: 32) -- pekataan yang baik, santun, tidak menyakiti
  4. Qaulan Karima (QS. Al-Isra’: 23) –perkataan yang mulia.
  5. Qaulan Layina (QS. Thaha: 44) --kata-kata yang lembut atau tidak kasar.
  6. Qaulan Maisura (QS. Al-Isra’: 28) -- perkataan yang mudah dipahami dan menyenangkan.

5. Aksi Cyber Muslim

Setiap Muslim membuat dan mengelola situs pribadi (blog) dan akun media sosial, terutama Facebook, Twitter, Instagram, dan Youtube, untuk dakwah dan bela Islam, minimal melakukan counter opini terhadap isu yang menista atau mencermarkan nama baik Islam dan kaum Muslim.

Dalam mengelola media internet tersebut, setiap Muslim berpedoman kepada prinsip komunikasi Islam --sebagaimana dalam poin keempat manifesto ini, serta dilengkapi pengetahuan dan keterampilan menulisan di media online yang ramah pengguna (user friendly) dan ramah mesin telusur (SEO Friendly), serta strategi media sosial.

Jika mengelola sebuah situs berita (media massa online), Cyber Muslim menaati etika internet (Netiket), Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS), Kode Etik Jurnalistik, UU Pers, dan UU ITE yang selaras dengan Prinsip Komunikasi Islam.

Cyber Muslim harus saling mendukung, saling menautkan media online, like dan share informasi penting, like dan share akun-akun media sosial ulama dan lembaga Islam terpercaya, serta menyebarluaskan materi ceramah, pengajian, khotbah jumat, atau pesan-pesan dakwah Islam di blog dan akun media sosialnya, minimal dengan update status berupa terjemahan ayat Al-Quran dan hadits shahih.

Jakarta, 21 Januari 2017

6 Prinsip Komunikasi Islam

6 Cara Berkomunikasi yang Baik menurut Al-Quran
Komunikasi Islam - etika, kaidah, prinsip, metode, teknik, tips, cara berkomunikasi menurut al-Quran

KOMUNIKASI dipahami sebagai penyampain pesan (ide/gagasan/pemikiran, informasi, ajakan) kepada orang lain secara lisan, tulisan, langsung-tidak langsung, juga melalui media.

Berikut ini Cara Berkomunikasi yang Baik Menurut Al-Quran atau "Komunikasi Islam".

Etika, kaidah, atau prinsip komunikasi berikut ini juga berlaku kapan dan di mana saja, disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Berlaku juga buat para da'i, penceramah, guru, dan... pokonya semua Muslim dan Muslimah.

6 Prinsip Komunikasi Islam

Istilah atau "konteks" komunikasi dalam Al-Quran antara lain ditemukan dalam lafazh "Qaulan" (perkataan). Ada 6 istilah Qaulan yang menjadi panduan Islami dalam berkomunikasi:
  1. Qaulan Sadida (QS. An-Nisa:9)
  2. Qaulan Baligha ( QS. An-Nisa’: 63)
  3. Qaulan Ma’rufa ( QS. Al-Baqarah: 235; QS. An- Nisa’: 5& 8; QS. Al-Ahzab: 32)
  4. Qaulan Karima ( QS. Al-Isra’: 23)
  5. Qaulan Layina ( QS. Thaha: 44)
  6. Qaulan Maisura ( QS. Al-Isra’: 28).
Keenamnya mendukung ayat yang menjadi prinsip dasar komunikasi dalam Islam: “Dan berkatalah kamu kepada semua manusia dengan cara yang baik (husna)” (QS. Al-Baqarah:83).

#1. Qaulan Sadida: Perkataan yang Benar

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Qaulan Sadida –perkataan yang benar” (QS. An-Nisa:9)

Dalam Tafsir Al-Qurtubi dijelaskan, as-sadid yaitu perkataan yang bijaksana dan perkataan yang benar.

Dalam beromunikasi (berbicara) harus menginformasikan atau menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta.  “Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta” (QS. Al-Hajj:30). “Katakanlah kebenaran walaupun pahit rasanya” (HR Ibnu Hibban).

#2. Qaulan Baligha – Berdampak, Efektif

“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka Qaulan Baligha –perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.“ (QS An-Nissa :63).

Dalam Tafsir al-Maraghi diterangkan, Qoulan Balighan yaitu “perkataan yang bekasnya hendak kamu tanamkan di dalam jiwa mereka”. 

Kata baligh berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas maknanya. Qaulan Baligha artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele.

Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.

“Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar akal (intelektualitas) mereka” (H.R. Muslim).

”Tidak kami utus seorang rasul kecuali ia harus menjelaskan dengann bahasa kaumnya” (QS.Ibrahim:4)

#3. Qaulan Ma’rufa: Kata-Kata yang Baik

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa –kata-kata yang baik.” (QS An-Nissa :5)

“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik” (QS An-Nissa :8).

“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik…” (QS. Al-Baqarah:235).

“Qulan Ma’rufa –perkataan yang baik– dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah: 263).

“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya] dan ucapkanlah Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 32).

Prinsip komunikasi Islam Qaulan Ma’rufa artinya perkataan yang baik, ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak kasar), dan tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan.

Qaulan Ma’rufa juga bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat). Dalam Tafsir Al-Qurtubi dijelaskan, Qaulan Ma’rufa yaitu melembutkan kata-kata dan menepati janji. 

#4. Qaulan Karima – Ucapan yang Mulia

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orangtuamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, seklai kali janganlah kamu mengatakan kepada kedanya perkatan ‘ah’ dan kamu janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Karima –ucapan yang mulia” (QS. Al-Isra: 23).

Qaulan Karima adalah perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama. Dalam ayat tersebut perkataan yang mulia wajib dilakukan saat berbicara dengan kedua orangtua. Kita dilarang membentak mereka atau mengucapkan kata-kata yang sekiranya menyakiti hati mereka.

Qaulan Karima harus digunakan khususnya saat berkomunikasi dengan kedua orangtua atau orang yang harus kita hormati. Qaulan Karima adalah "kata-kata yang hormat, sopan, lemah lembut di hadapan mereka" (Ibnu Katsir).

#5. Qulan Layina - Lemah-Lembut

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan Qulan Layina –kata-kata yang lemah-lembut…” (QS. Thaha: 44).

Qaulan Layina berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati.Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, yang dimaksud layina ialah kata kata sindiran, bukan dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar.

Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara lemah-lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Dengan Qaulan Layina, hati komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita.

Menurut Tafsir Al-Qurtubi, ayat ini merekomendasikan untuk memberi peringatan dan melarang sesuatu yang munkar dengan cara yang simpatik melalui ungkapan atau kata-kata yang baik dan hendaknya hal itu dilakukan dengan menggunakan perkataan yang lemah lembut, lebih-lebih jika hal itu dilakukan terhadap penguasa atau orang-orang yang berpangkat.

#6. Qaulan Maysura – Mudah Dipahami

”Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka Qaulan Maysura –ucapan yang mudah” (QS. Al-Isra: 28).

Qaulan Maysura (Maisuran) bermakna ucapan yang mudah, yakni mudah dicerna, mudah dimengerti, dan dipahami oleh komunikan. Makna lainnya adalah kata-kata yang menyenangkan atau berisi hal-hal yang menggembirakan.

Menurut Tafsir Ibnu Katsir,  Qaulan Maysura adalah ucapan-ucapan yang pantas, halus, dan lembut. Menurut Tafsir Al-Azhar, ia adalah kata-kata yang menyenangkan. Karena kadang-kadang kata-kata yang halus dan berbudi lagi membuat orang senang dan lega, lebih berharga daripada uang berbilang.

Demikian 6 Prinsip Komunikasi Islam yang disusun dari berbagai sumber. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Ciri-Ciri Teman Sejati menurut Islam

Ciri-Ciri Teman Sejati menurut Islam
TEMAN, kawan, atau sahabat adalah orang yang bersama-sama bekerja (berbuat, berjalan), menjadi pelengkap (pasangan). Demikian pengertian teman menurut bahasa (KBBI). Bagaimana ciri teman sejati menurut Islam?

Kita mulai dari sebuah kisah pendek. Ali bin Abi Tholib pernah ditanya: “Berapa banyak teman dekat tuan?”

Ali menjawab: “Saya tidak mengetahuinya sekarang karena saat ini dunia sedang berada di pihak saya. Semua orang (ingin menjadi) teman dekat saya. Saya baru tahu itu besok nanti pada saat dunia meninggalkan saya. Sebab sebaik-baiknya teman adalah orang yang mendekat kepada saya pada saat dunia meninggalkan saya (tidak kaya dan tidak berkuasa)”.

Manusia adalah makhluk sosial. Tidak bisa hidup sendiri. Kita butuh teman untuk menjalani dan memenuhi ragam kebutuhan hidup. Bahkan, teman adalah personifikasi diri.

Menurut para ahli, manusia selalu memilih teman yang mirip dengannya dalam hal hobi, kecenderungan, pandangan, pemikiran, juga nasib.

Seorang Muslim tidak dapat semaunya memilih teman, meskipun setiap Muslim diharuskan berteman dengan semua orang karena Islam membenci permusuhan. 

Sebagai pedoman hidup, syariat Islam memberi batasan-batasan yang jelas dalam soal pertemanan ini. Salah satu alasannya, teman memiliki pengaruh yang besar sekali.

Pentingnya memilih teman tersirat dalam sebuah sabda Rasulullah Saw:

"Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya." (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Kita bisa menilai seseorang dengan melihat dengan siapa saja orang itu berteman. Pasalnya, seseorang akan berbicara dan berperilaku seperti kebiasaan temannya.

Rasulullah Saw, dengan hadits tersebut, mengingatkan agar kita cermat dalam memilih teman. Kita harus kenali kualitas beragama dan akhlak kawan kita. Bila ia seorang yang shalih, ia boleh kita temani. Sebaliknya, bila ia seorang yang buruk akhlaknya dan suka melanggar ajaran agama, pelaku dosa-dosa besar dan ahli maksiat, lebih-lebih berteman dengan orang-orang kafir dan munafik, kita harus menjauhinya.

Paparan berikut ini menggambarkan kriteria pertemanan dan teman yang baik dalam perspektif Islam.

ORANG BERIMAN
Diriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Khudri, Rasullulah Saw bersabda: '

'Janganlah kamu bersahabat kecuali dengan orang mukmin yang bertaqwa''. Dalam hadits lain ditegaskan, "Jangan berteman, kecuali dengan orang mukmin, dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa." (HR. Ahmad).

Kriteria utama dan pertama orang yang harus dijadikan teman adalah orang beriman dan orang-orang saleh. Selain karena sesama mukmin memang bersaudara, juga karena orang beriman dengan benar melahirkan dalam dirinya perilaku yang baik (akhlaqul karimah) dan kita akan termotivasi melakukan hal yang sama. Beberapa ulama generasi salaf menyarankan kepada kita untuk : ''Bersahabatlah dengan orang-orang yang keadaannya bisa menunjukkan kamu ke jalan Allah''.

"Seorang mukmin itu tidak punya siasat untuk kejahatan dan selalu (berakhlak) mulia, sedang orang yang fajir (tukang maksiat) adalah orang yang bersiasat untuk kejahatan dan buruk akhlaknya." (HR. Tirmidzi).

Orang kafir yang tidak memusuhi Islam atau mau hidup berdampingan secara damai dengan umat Islam (kafir dzimmy) layak juga menjadi teman. Sedangkan kafir yang memusuhi Islam harus diperangi (kafir harby).

TEMAN DI JALAN ALLAH
Dalam perspektif Islam, pertemanan yang baik adalah pertemanan yang dijalin di jalan Allah dan karena Allah. Bukan pertemanan yang semata-mata dijalin untuk mendapatkan manfaat dunia, materi, jabatan, atau sejenisnya.

Pertemanan yang dijalin untuk saling mendapatkan keuntungan duniawi sifatnya sangat sementara. Bila keuntungan tersebut telah sirna, maka pertemanan pun putus.

Pertemanan yang dijalin karena Allah adalah pertemanan yang dijalin untuk mendapatkan ridha Allah: teman berdakwah dan berjihad, saling mengingatkan soal kebenaran dan kesabaran, teman beramal saleh, saling bantu demi ketaatan pada Allah, dan kebaikan lainnya. Orang yang semacam inilah yang kelak pada Hari Kiamat akan mendapat janji Allah.

"Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, 'Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali perlindungan-Ku." (HR. Muslim).

Pertemanan yang dijalin karena Allah SWT akan melahirkan rasa saling mengasihi dan membantu, bahkan persaudaraan itu tetap akan berlanjut hingga di negeri Akhirat.

"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." (QS. Az-Zukhruf: 67)

CINTA KARENA ALLAH
Antar teman harus saling mencintai karena Allah SWT, bukan karena pamrih duniawi-material, apalagi "modus" pemanfaatan.

Dari Mu'adz bin Jabal berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman,

"Wajib untuk mendapatkan kecintaan-Ku orang-orang yang saling mencintai karena Aku dan yang saling berkunjung karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku." (HR. Ahmad).

"Dahulu ada seorang laki-laki yang berkunjung kepada saudara (temannya) di desa lain. Lalu ditanyakan kepadanya, 'Ke mana anda hendak pergi? Saya akan mengunjungi teman saya di desa ini', jawabnya, 'Adakah suatu kenikmatan yang anda harap darinya?' 'Tidak ada, selain bahwa saya mencintainya karena Allah Azza wa Jalla', jawabnya. Maka orang yang bertanya ini mengaku, "Sesungguhnya saya ini adalah utusan Allah kepadamu (untuk menyampaikan) bahwasanya Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau telah mencintai temanmu karena Dia." (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

CERIA SAAT BERTEMU
Teman yang baik adalah teman yang membahagiakan dan memberi semangat. Paling tidak, saat bertemu dengan teman hendaknya selalu dalam keadaan wajah berseri-seri dan menyungging senyum.

"Jangan sepelekan kebaikan sekecil apa pun, meski hanya dengan menjumpai saudaramu dengan wajah berseri-seri." (HR. Muslim dan Tirmidzi).

JABAT TANGAN & HADIAH
Termasuk yang membantu langgengnya cinta dan kasih sayang antar teman adalah saling jabat tangan ketika bertemu dan berpisah serta saling memberi hadiah.

"Saling berjabat tanganlah kalian, niscaya akan hilang kedengkian. Saling memberi hadiah lah kalian, niscaya kalian saling mencintai dan hilang (dari kalian) kebencian." (HR. Imam Malik).

SELALU SIAP MENOLONG
Dalam Islam, prinsip menolong teman adalah bukan berdasar permintaan atau keinginan teman. Prinsip menolong teman adalah keinginan untuk menunjukkan dan memberi kebaikan, menjelaskan kebenaran, termasuk di dalamnya adalah amar ma'ruf nahi mungkar, meskipun bertentangan dengan keinginan teman.

Teman yang baik selalu mengingatkan agar temannya tidak terjerumus pada perbuatan dosa atau hal yang merugikan dirinya dan orang lain.

Allah Swt memerintahkan kita untuk saling tolong dalam kebaikan dan takwa (ta’awanu ‘alal birri wat-taqwa), bukan saling dukung dalam perbuatan dosa dan permusuhan (wala ta’awanu ‘alal itsmi wal ‘udwan), sebagaimana dalam QS. Al-Ashr.

BERBAIK SANGKA
Termasuk bumbu pertemanan adalah berbaik sangka kepada sesama teman (husnuzhan), yaitu selalu berfikir positif (positive thinking) dan memaknai setiap sikap dan ucapan orang lain dengan persepsi dan gambaran yang baik, tidak ditafsirkan negatif.

“Jauhilah oleh kalian berburuk sangka, karena buruk sangka adalah pembicaraan yang paling dusta” (HR.Bukhari dan Muslim). Termasuk berburuk sangka di sini adalah dugaan yang tanpa dasar.

MENJAGA RAHASIA
Rahasia seseorang biasanya disampaikan kepada teman terdekat atau yang dipercayainya. Anas bin Malik pernah diberi tahu tentang suatu rahasia oleh Nabi Saw. Anas berkata, " Nabi Saw merahasiakan kepadaku suatu rahasia. Saya tidak menceritakan tentang rahasia itu kepada seorang pun setelah beliau (wafat). Ummu Sulaim pernah menanyakannya, tetapi aku tidak memberitahukannya" (HR. Al-Bukhari).

Teman sejati adalah teman yang bisa menjaga rahasia temannya. Orang yang membeberkan rahasia temannya adalah seorang pengkhianat terhadap amanat. Berkhianat terhadap amanat adalah termasuk salah satu sifat orang munafik.

JENIS-JENIS TEMAN

Menurut Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam bukunya, Syarah Hilyah Thalibil Ilmi, menjelaskan tentang tiga macam teman:
  1. Teman Manfaat -- yaitu orang yang berteman untuk mendapatkan manfaat berupa harta, kedudukan, atau lainnya. Jika tidak ada manfaat yang didapatkan, darimu jadilah ia musuhmu, dia tidak mengenalmu dan kamu tidak mengenalnya.
  2. Teman Kenikmatan -- berteman hanya untuk bersenang-senang dengan dalam berkumpul dan berdagang, tetapi dia tidak memberi manfaat, hanya buang waktu. Tipe ini juga kamu harus berhati-hati darinya karena dia akan menyia-nyiakan waktumu.
  3. Teman Keutamaan -- yang membawa pada kebaikan dan melarang keburukan, membuka pintu-pintu kebaikan dan menuntut teman kepadanya. Jika kamu tergelincir dia akan melarangmu dengan cara tidak mempermalukanmu, ini baru teman keutamaan.

Syekh Abdul Aziz As-Salman, sebagaimana dikutip Majalah Qiblati, juga menyebutkan tiga jenis teman lainnya:

”Pertama seperti makanan, sesuatu yang selalu dibutuhkan tidak boleh tidak; kedua seperti obat, dibutuhkan saat sakit saja; dan ketiga seperti penyakit, sama sekali tidak dibutuhkan.”

TEMAN YANG HARUS DIHINDARI
Hindari teman yang dimurkai oleh Allah, seperti pelaku maksiat dan tukang bohong.

“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui. Allah telah menyediakan bagi mereka adzab yang keras. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Mujaadilah [58]: 14-15).

“Barangsiapa yang mengambil setan menjadi temannya, maka setan itu adalah teman yang seburuk-buruknya” (QS. An Nisaa' [4]: 38).

Seseorang bisa tergelincir berteman dengan setan dalam arti sesungguhnya. Dengan sadar ia menjadikan setan sebagai pelindung, penolong, pendamping, serta pemberi kekuatan, sehingga dipandang hebat oleh orang lain.

Berteman dengan setan bisa pula dalam bentuk lain, yaitu bergaul dengan orang-orang yang gemar memperturutkan hawa nafsu, rajin bermaksiat, serta lalai dari mengingat Allah. Akibatnya, mereka sangat jauh dari pertolongan Allah.

Ibnu Atha'illah dalam kitab Hikam berkata: "Berkawan seorang bodoh yang tidak memperturutkan hawa nafsunya, jauh lebih baik daripada dengan berkawan seorang 'alim yang selalu memperturutkan hawa nafsunya."

Orang berilmu tapi memperturutkan hawa nafsu, biasanya akan membenarkan kemaksiatan yang dilakukannya dengan dalil-dalil Al-quran dan hadis. Dikhawatirkan, lambat laun kita pun akan membenarkan kemaksiatan tersebut hanya karena bersandar pada dalil-dalil.

KUALITAS TEMAN
Idealnya kita berteman dengan orang-orang yang kualitasnya jauh lebih baik dari diri kita, sehingga kita tidak merasa paling pintar dan paling saleh. Justeru kita akan merasa paling kurang.

Saat berteman dengan orang-orang yang berkualitas, biasanya kita akan terangsang dan termotivasi untuk belajar dan mengejar ketertinggalan. Karena itu ada yang mengatakan, kalau kita ingin menjadi ulama maka bergaulah dengan ulama; ingin menjadi pedagang, maka bergaullah dengan para pedagang; ingin menjadi seniman, maka bergaulah dengan seniman.

Kualitas utama teman adalah iman dan takwanya. Abu Daud dan Turmudzi memperjelas kriteria seorang sahabat seperti diriwayatkan dari Abu Sa'id Al Khudri, Rasullulah Saw bersabda :

''Janganlah kamu bersahabat kecuali dengan orang mukmin yang bertaqwa''.

“Sesungguhnya perumpamaan teman yang baik (saleh) dan teman yang jahat adalah seperti pembawa minyak wangi dan peniup api pandai besi. Pembawa minyak wangi mungkin akan mencipratkan minyak wanginya itu atau engkau membeli darinya atau engkau hanya akan mencium aroma harumnya itu. Sedangkan peniup api tukang besi,  mungkin akan membakar bajumu atau engkau akan mencium darinya bau yang tidak sedap” (HR. Bukhari dan Muslim).

TEMAN PALSU
Waspadai teman palsu, yakni teman yang sesungguhnya tidak layak dijadikan teman. Setidaknya ada empat kriteria empat palsu:
  1. Mereka yang mengajak berkawan untuk tujuan menipu. Mereka hanya memikirkan tentang apa yang akan mereka peroleh; memberi sedikit dan berpikir bagaimana untuk memperoleh banyak; jika mereka berada di dalam bahaya, mereka akan melakukan hal-hal yang dapat memperkokoh persahabatan; dan bergaul dengan kita hanya karena mereka tahu bahwa pergaulan itu memberikan keuntungan kepada mereka.
  2. Mereka yang hanya manis di mulut saja. Mereka selalu membicarakan hal-hal yang telah lampau dan tidak berguna; cenderung membicarakan hal-hal yang belum terjadi; dan membantu mengerjakan hal-hal yang tidak berguna. Jika iminta untuk membantu, mereka selalu mengatakan tidak dapat membantu (dengan bermacam-macam alasan untuk menghindari).
  3. Mereka yang memuji-muji dan membujuk (penjilat). Jika kita berbuat jahat, mereka akan setuju dan membenarkannya; jika kita tidak berbuat baik, mereka akan setuju dan membenarkannya; di hadapan kita, mereka akan memuji-muji kita, namun di belakang kita, mereka akan mencel kita.
  4. Mereka yang mendorong seseorang untuk menuju ke jalan yang membawa pada kerugian dan kehancuran atau kemaksiatan.

TEMAN SEJATI
Lazim dikemukakan, teman sejati adalah teman yang mendasarkan pertemanan semata-mata karena Allah. Ia berusaha membantu di dalam berbagai cara, mempunyai rasa simpatik baik di dalam suka maupun duka, serta memperkenalkan kita pada hal-hal yang berguna. Beberapa ulama generasi Salaf menyarankan: ''Bersahabatlah dengan orang-orang yang keadaannya bisa menunjukkan kamu ke jalan Allah''.

Ali bin Abi Thalib berkata: “Temanmu yang sebenarnya adalah orang yang ada bersamamu dan orang yang menyusahkan dirinya agar ia bermanfaat bagimu (siap berkorban demi teman). Di waktu membimbangkan, ia berkata terus terang kepadamu. Ia pecah berantakan agar kamu berkumpul selalu…”.

Selalu bergaul bersama orang-orang yang saleh dan memilih lingkungan pergaulan yang baik merupakan salah satu jalan untuk menjaga keimanan, mempertahankan akidah, dan senantiasa berada di jalan Allah SWT.

Jangan sampai kita memilih teman dan lingkungan yang tidak baik, karena lambat laun dikhawatirkan kita akan tertular atau paling tidak ikut terkena getahnya. Ada pepatah Arab yang mengatakan, "Akhlak yang buruk itu akan (cepat) menular." Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com, dari berbagai sumber).*

Iman yang Benar Melahirkan Amal Kebaikan

Iman yang Benar Melahirkan Amal Kebaikan
Iman yang Benar Melahirkan Amal Kebaikan. Amal saleh merupakan buah keimanan. Tidak sempurna iman seseorang jika tidak diikuti dengan amal saleh. Dalam Alquran, kata iman hampir senantiasa digandengkan dengan kata amal saleh, seperti dalam QS Al-Ashr ayat 2, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh.

Iman atau percaya saja tidak cukup. Mengucapkan syahat saja tidak cukup, namun harus dibuktikan atau diwujudkan dalam bentuk amal salih atau amal kebaikan.

Secara bahasa, amal saleh adalah perbuatan baik, yakni perbuatan yang diwajibkan, disunahkan, dan dibolehkan dalam ajaran Islam.

Perbuatan baik adalah perbuatan yang menimbulkan manfaat dan kebaikan bagi dirinya dan orang lain. Amal saleh juga adalah perbuatan menjauhkan diri dari amal yang haram atau dilarang oleh Allah SWT.

Amal salehlah satu-satunya modal dan bekal untuk hidup selamat dan bahagia di dunia dan di akhirat kelak. Maka, pergunakanlah harta, ilmu, tenaga, atau apa pun yang dititipkan Allah SWT kepada kita untuk melaksanakan kebaikan dan demi mendukung dakwah Islam.

Syekh Muhammad Abduh mendefinisikan amal saleh sebagai segala perbuatan yang bermanfaat bagi pribadi, keluarga, kelompok, dan manusia secara keseluruhan. Ahli tafsir Az-Zamakhsyari mengartikan amal saleh sebagai segala perbuatan yang sesuai dengan dalil akal, Alquran, dan atau sunnah Nabi Muhammad SAW.

Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda: mendamaikan dua orang yang berselisih secara adil, membantu seseorang untuk menaiki hewan tunggangannya atau memuat barang-barangnya ke atas hewan tersebut, ucapan yang baik, menyingkirkan rintangan di jalan, tersenyum pada sesama, dan berhubungan intim dengan istri/suami adalah amal saleh.

Demikianlah, Iman yang Benar Melahirkan Amal Kebaikan. Mengaku beriman, mengaku Muslim, tapi tidak shalat, zakat, puasa, dan haji bagi yang mampu, maka pengakuan itu dusta.

Mengaku beriman, mengaku Muslim, tapi tidak menaati perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, maka pengakuan itu dusta. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-‘Ashr: Pentingnya Waktu, Iman, Amal Salih, dan Tausiyah

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-‘Ashr (Masa). Al-Quran Surah Makkiyyah; Surah ke 103.

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-‘Ashr: Pentingnya Waktu, Iman, Amal Salih, dan Tausiyah
 
AL-QURAN SURAT Al-'Ahsr ini tergolong surat pendek, namun sarat makna. Ia berisi risalah Islam tentang pentingnya waktu, iman, amal salih, dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.

Waktu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya karena ia takkan kembali. Waktu luang wajib diisi dengan hal-hal bermanfaat, jangan disia-siakan.

Iman adalah pangkal keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Iman yang sebenar-benarnya mendorong amal kebaikan (amal salih), minimal mengamalkan Rukun Islam sebagai ritual ibadah  orang beriman (umat Islam).

Berikut ini Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-‘Ashr:

‘Amr bin al-‘Ash pernah diutus untuk menemui Musailamah al-Kadzdzab. Hal itu berlangsung setelah pengutusan Rasulullah saw. Dan sebelum dia (‘Amr bin al-‘Ash) masuk Islam.

Musailamah al-Kadzab bertanya kepada ‘Amr bin al-‘Ash, “Apa yang telah diturunkan kepada sahabatmu ini (Rasulullah) selama ini?”

Dia menjawab, “Telah diturunkan kepadanya satu surat ringkas namun sangat padat.” Dia bertanya, “Surat apa itu?” Dia (‘Amr) menjawab: “Wal ‘ashr….[hingga akhir surah]…(“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (al-‘Ashr: 1-3)

Kemudian Musailamah berfikir sejenak, setelah itu ia berkata: “Dan telah diturunkan pula hal serupa kepadaku.”

Kemudian ‘Amr bertanya kepadanya, “Apa itu?” Musailamah menjawab: “Yaa wabriyaa wabr. Wa innamaa anta uzduunani wa shadr. Wa saa-iruka hafr naqr (hai kelinci, hai kelinci, sesungguhnya kamu memiliki dia telinga dan satu dada. Dan semua jenismu suka membuat galian dan lubang)”.

Kemudian dia bertanya: “Bagaimana menurut pendapatmu hai ‘Amr?” maka ‘Amr berkata kepadanya, “Demi Allah, aku tahu bahwa engkau telah berdusta.”

Wabr adalah binatang sejenis kucing, yang anggota badannya yang paling besar adalah keduua telinga dan dadanya, sedangkan anggota tubuh lainnya kurang bagus. Dengan halusinasi itu, Musailamah al-Kadzdzab bermaksud menyusun kalimat yang bertentangan dengan apa yang disampaikan al-Qur’an. Namun demikian, hal tersebut ditolak mentah-mentah oleh seorang penyembah berhala pada saat itu.

Imam Syafi’i mengatakan: “Seandainya manusia mencermati surat ini (al-‘Ashr) secara seksama, niscaya surat ini akan mencukupi mereka.”

QS. Al-'Ashr:1-3


وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)


“Demi masa (1). Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian (2). Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran (3)”.

Al-‘Ashr berarti masa atau waktu yang di dalamnya berbagai aktivitas anak cucu Adam berlangsung, baik dalam wujud kebaikan maupun keburukan.

Imam Malik meriwayatkan dari Zaid bin Aslam: “Kata al-‘Ashr berarti shalat ‘Ashar.” Dan yang populer adalah pendapat pertama.

Allah Ta’ala telah bersumpah dengan masa tersebut bahwa manusia itu dalam kerugian, yakni benar-benar merugi dan binasa, kecuali:
  1. Orang-orang yang beriman 
  2. Mengerjakan amal shalih
  3. Saling menasehati dalam kebenaran
  4. Nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.

Download File Pdf Tafsir Ibnu Katsir QS Al-Ashr.

Kaum Kafir dan Munafik Terus Menyerang Islam dan Kaum Muslim

Kaum Kafir dan Munafik Terus Menabuh Genderang Perang
Kaum Kafir dan Munafik akan Terus Menabuh Genderang Perang terhadap Islam dan kaum Muslim. Sejak kelahiran Islam, orang-orang kafir tidak henti-hentinya berusaha dan mencari cara untuk menghambat laju perkembangan Islam.

Di Indonesia, saat ini kaum kafir dan munafik kian terang-benderang memusuhi Islam, menista Islam, dan mengolok-olok para ulama.

Tengoklah sejenak ke Twitter. Selalu ada tagar (hashtag) yang dibuat oleh pasukan buzzer bayaran yang didukung kaum kafir dan munafiqin untuk menyerang Islam dan kaum Muslim, termasuk menyerang ormas atau kelompok pembela Islam.

Kaum kafir dan munafik kian jelas, namun sebagian besar "ngumpet" dengan akun-akun bodong alias akun palsu, bahkan banyak yang mencuri foto Muslimah berjilbab untuk foto profil.

Sebagai Muslim, kita tidak merasa aneh dengan terus terjadinya serangan kaum kafir dan munafik terhadap Islam dan kau Muslim. Kebencian Orang-Orang Kafir terhadap Islam sudah ditegaskan dalam beberapa ayat Al-Quran berikut ini:

1. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” (QS:3:118)

2. “Mereka (orang-orang kafir) bermaksud memadamkan cahaya agama ALLAH dengan perkataan-perkataan mereka, tapi ALLAH (justru) menyempurnakan cahaya (agama)-Nya walaupun orang2 kafir itu tidak menyukainya..” (QS:9:8)

3. “Alangkah besarnya penyesalan terhadap hamba-hamba itu, tidak datang seorang rasul pun kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya.” (Qs:36:30

4. “Demikianlah, tidak seorang rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan, “Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila. Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu? Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas.” (Qs: 51:52-53)

5. “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?”

6. “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: “Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri”. (QS. 29: 46).

7. “Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu)”. (QS. 6: 68).

8. Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS:2:120).

Al-Quran juga menegaskan, umat Islam cinta damai, namun tidak akan tinggal diam jika diserang. Perang dalam Islam hanya berlaku jika diserang lebih dulu.

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ (الحج : ٣٩)

“Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu”. (Al Hajj: 39).

Demikianlah, dalam urusan perang, Islam bersikap pasif, tidak memulai duluan. Namun jika diserang, diperangi, umat Islam wajib melawan dan membuat tipu-daya juga sebagaimana yang mereka lakukan. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Baca Juga: Kian Jelas Siapa Kawan dan Lawan